Definisi dan
Etiologi
Penyakit Leukodistrofi
Metakromatik adalah suatu penyakit keturunan resesif autonom yang menyebabkan
penimbunan sulfatid pada lisosom, terutama pada sel-sel saraf. Mutasi pada
kromosom 22 posisi q13.31 ini menyebabkan defesiensi enzim aril sulfatase A
(ARSA) pada lisosom yang menyebabkan sulfatid-sulfatid tidak bisa dihidrolisis
menjadi serebrosid. Penumpukan sulfatid ini akan menyebabkan kerusakan pada
selubung myelin saraf yang disebut dysmyelination.
Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang namun mematikan. Penyakit ini
akan perlahan merusak kerja saraf tubuh hingga akhirnya membuat tubuh tidak
bisa lagi berfungsi.
Penyakit
Leukodistrofi Metakromatik biasanya dikategorikan sesuai waktu onset.
1. Late Infatntile
Late
infantile ini biasanya mengalami onset pada umur 1-2 tahun. Kategori ini adalah
kategori yang paling umum pada kasus penyakit Leukodistrofi Metakromatik, yaitu
dengan presentase 50-60% kasus. Awalnya, anak penderita Leukodistrofi
Metakromatik ini akan tumbuh dengan normal, namun akan mulai terlihat penurunan
motorik dan kemampuan-kemampuan yang sebelumnya sudah didapat karena mulai
rusaknya sistem saraf.
2. Juvenile onset
Juvenile
onset biasanya akan mulai mengalami onset pada umur 4 tahun sampai remaja.
Presentase kasus pada kategori ini mencapai 20-30% dari kasus Leukodistrofi
Metakromatik. Biasanya penyakit ini disadari saat awal masuk sekolah, karena
mulai terlihatnya masalah kognitif dan prilaku-prilaku aneh pada sang anak.
Penurunan kemampuan motorik pada juvenile onset ini relatif lebih lambat dari
late infantile
3. Adult onset
Onset pada
kategori ini terjadi pada masa remaja keatas. Tidak ada batas umur dalam onset
penyakit ini, bahkan bisa terjadi pada umur 60 tahun. Kategori ini memiliki
presentase paling sedikit, yaoti 15-20% kasus Leukodistrofi Metakromatik. Pada
kategori ini, penurunan kemampuan berlangsung relatif lama, bisa 20-30 tahun.
Pada adult onset, biasanya penderita
tidak mengalami gangguan saraf, tapi lebh mengarah kepada penurunan kemampuan
kognitif dan emosi. Selain itu, juga muncul beberapa masalah pskiatris, banyak
dari pasien Leukodistrofi Metakromatik adult
onset yang didiagnosis sebagai schizofrenia. Tanda awal dari penyakit ini
adalah kelainan berjalan (gait
abnormality).
Patofisiologis
Leukodistrofi Metakromatik
disebabkan oleh defesiensi enzim aril sulfatase-A (ARSA) atau, pada beberapa
kasus, dikarenakan oleh defesiensi protein aktivator enzim tersebut, yaitu
protein saposin-B. ARSA terlibat dalam metabolisme sulfatid, yaitu dengan
mengatalis proses hidrolisis dari ikatan ester 3-O galaktosil dan laktosil
sulfatid. Defesiensi enzin ini akan menyebabkan akumulasi substrat-substrat
tersebut pada granul metakromatik di oligodendrosit, mekrofag pada sistem saraf
pusat dan periferal, sel schwann dan pada organ-organ seperti ginjal, hati,
kantung kemih, pankreas, testis, corteks adrenal dan jaringan rektal. Yang
menjadi ciri khas dari penyakit ini adalah dysmyelinasi dan penumpukan sulfatid
pada metaktomatik, yang memperlihatkan banyak makrofag yang memiliki 15-20μm
deposit sulfatid.
Penumpukan sulfatid ini akan merusak
selubung myelin pada jaringan saraf yang akan menyebabkan dysmyelinasi.
Dysmyelinasi ini akan menyebabkan kerusakan pada saraf otak, hal ini adalah
yang menyebabkan menurunnya kemampuan motorik maupun kognitif penderita
penyakit MLD.
Dysmyelinasi
disebabkan karena sulfatid memiliki peran penting dalam pengaturan channel ion
Na+dan K+ pada permukaan axon. Sulfatid
juga memiliki peran penting pada oligodendrisit, yaitu sebagai prekusor untuk
memulai diferensiasi. Defesiensi sulfatid ini akan menyebabkan terhentinya
proses diferensiasi oligodendrisit. Penyakit MLD selalu berujung
kematian, walopun dengan kecepatan yang berbeda. Late infantile biasanya memiliki kecepatan jauh lebih cepat dari juvenile onset apalagi adult onset.
Selain
menyebabkan gangguan motorik dan kognitif karena menyerang saraf pada otak,
penyakit ini juga menyebabkan masalah kontrol pada urinasi. Dysmyelinasi pada
kantung kemih akan meyebabkan chilecystitis
atau inflamasi pada kantung kemih dan menyebabkan kantung kemih tidak bisa
berkontraksi karena pengaruh sistem saraf autonomik.
Gen
manusia untuk enzim ARSA berada pada kromosom 22. Dari lebih dari 100 kasus
MLD, didapatkan data bahwamutasi pada MLD letaknya biasanya bervariasi sesuai
etnik grup, namun masih 50% dari alel MLD masih belum dapat diidentifikasi.
Mutasi MLD dapat dibagi menjadi dua grup: 0 allel yang menyebabkan tidak adanya
aktivitas enzim, dan allel R yang menyebabkan aktivitas enzim yang residual
minimal.
Gejala pada MLD secara umum dibagi menjadi
tiga tahap. Pada tahap pertama, biasanya gejalanya tidak terlalu terlihat,
dimulai dari mulai memudarnya ingatan dan terkadang beberapa bagian tubuh
terasa mati rasa. Pada tahap kedua, MLD mulai mengambil alih fungsi tubuh, yang
menyebabkan penurunan kemampuan intelektual, mulai hilangnya kemampuan
pendengaran, pengelihatan dan kemampuan berbicara, kejang-kejang, mulai
kehilangan rasa sensasi, memerlukan selang saluran makan, kehilangan kontrol
urinasi, kehilangan kemampuan motorik seperti kemampuan motorik, dan sering
mengalami paralis.
Beberapa
penyakit yang timbul akibat MLD adalah gait
abnormality (kelainan dalam postur berjalan), ataxia (kelainan dalam berjalan, biasanya kaki terbuka lebar dan
berjalan dengan langkah irregular seperti orang mabuk), atropi optik,
(berkurangnya ukuran sel mata karena kurangnya oksigen), nistagmus (pergerakan
bola mata yang tidak teratur), kuadriparesis (rasa lemas pada tungkai kaki dan
tangan) dan banyak lainnya.
Diagnosis
Diagnosis untuk penyakit MLD bisa melalui beberapa cara, yaitu;
1.
Tes Kognitif
dan Psikologi
Tes kognitif dan tes psikologi. Hasil dari
tes kognitif dan psikologi biasanya akan menunjukan hasil bahwa panderita
penyakit ini memiliki nilai kognitif dibawah normal dan adanya beberapa
kelainan psikologi terutama pada penderita kategori adult onset.
2.
Pemeriksaan
Urin
Pemeriksaan urin dilakukan dengan mengukur
kadar sulfatid pada urin pasien. Ada beberapa cara mengukurnya, biasanya dengan
membandingkan kadar sulfatid dengan kadar spingomyelin, kreatinin atau volume
urin.
Pembandingkan dengan spingomyelin dilakukan
dengan mengekstrasi total lipid urin dengan rebersed-phase
chromatography dan pemisahan HPTLCHPTLC (high performance thin layer chromatography. Pada orang normal (kontrol),
konsentrasi sulfatid berkisar 0,15-1,68 nm sulfatid/nmol spingomyelin sedangkan
untuk pasien MLD, konsentrasinya berkisar 3,5-27,2 nmol sulfatid/nmol
spingomyelin
Sedangkan untuk pemeriksaan dengan
perbandingan kreatinin, sulfatid di ekstrasi dari urin dan dipisahkan dari lipi
yang berbasis gliserol dengan alkaline hidrolisis. Kemudian diisolasi dengan ion-echange chromatography, dan
dihidrolisis menjadi galaktoseramida, yang kemudian di perbenzoilasi dan
dihitung kuantitsanya denganHPLC. Pada
orang normal (kontrol) konsentrasi berkisar 0.16 +/- 0.07 nmol/mg Kreatinin. Sedangkan
pada pasien MLD, konsentrasi berkisar 7.6 +/- 6.1 nmol/mg creatine.
3.
Pemeriksaan
Aktivitas Enzim ARSA
Enzim ARSA bisa diperiksa melalui leukosit
atau fibroblast. Salah satu memeriksanya adalah dengan Novel Patient Cell-based
HTS assay. Pada piringan assay, akan dimasukan sel pasien yang menderita MLD
dan beberapa sel orang normal sebagai kontrol di pinggir piringan assay. Dengan
beberapa percobaan dengan memasukan substrat pada sel-sel, akan terlihat
perbandingan aktivitas enzim dari penderita MLD dan orang normal. Aktivitas
enzim penderita MLD biasanya kurang dari 10% aktivitas enzim orang normal.
4.
MRI dan CT
Scan
Dengan menggunakan gambar yang diambil dengan
MRI dan CT Scan, dapat didiagnosis apakan sesorang menderita MLD atau tidak.
Penderita MLD biasanya akan memperlihatkan substansia alba yang memudar karena
dysmyelinasi.
5.
Genetic
Testing and Counseling
Genetic testing dilakukan dengan memeriksa
gen yang termutasi pada kromosom ke 22. Tes ini kurang disarankan dibandingkan
dengan tes urin atau pemeriksaan enzim lewat darah, karena banyaknya
kemungkinan lokasi mutasi. Dari 100 lebih kasus, didapatkan beberapa lokasi
alel yang berbeda untuk etnik yang berbeda. Namun, dengan genetic testing yang
lebih diperdalam dengan genetic counseling, kita akan dapat meneliti sejarah
penyakit pasien dan menentukan status carrier
atau yang terkena MLD dari saudara-saudara pasien.
Pengobatan
Belum ada pengobatan yang dapat
menyembuhkan penyakit MLD, namun pengobatan-pengobatan dan terapi yang
diberikan dapat meringankan gejala-gejala MLD dan memperbaiki kualitas hidup.
Beberapa pengobatan yang dilakukan untuk penderita penyakit MLD:
1.
Pemberian
obat-obatan
Pemberian obat-obatan ini dapat membantu
pasien mengontrol pergerakan otot, mengurangi rasa sakit dan memperlambat
progress dari penyakit.
2.
Terapi
Terapi dapat memperbaiki kemampuan bicara,
pergerakan otot-otot dan pengendalian emosi dari pasen.
3.
Pengawasan
Nutrisi
Karena penderita MLD biasanya mengalami
kesulitan menelan dan makan sampai terkadang harus menggunakan selang untuk
makanan, diperlukan pengawasan nutrisi dari professional agar tubuh tetap tidak
kekurangan nutrisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar