Minggu, 28 Februari 2016

Kaitan Imunologi terhadap Farmasi dan Kesehatan


            Seperti yang telah kita ketahui, banyak manfaat yang dapat diperoleh dari berbagai ilmu pengetahuan yang kita pelajar. Begitu pula halnya dengan Imunologi yang berkaitan erat dengan sistem imunitas atau kekebalan tubuh seseorang terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Banyak manfaat yang dapat kita peroleh, diantaranya yaitu:
      1.       Vaksin
Dalam berkembangnya imunologi, vaksin merupakan yang pertama ditemukan untuk membantu tubuh mengenali bahaya penyakit yang akan datang. Seperti yang telah kita ketahui, vaksin terbuat dari virus yang telah dirusak atau dikristalkan atau dalam kata lain virus yang telah dimatikan sehingga tidak mampu untuk menyerang tubuh kita karena ia tidak berbahaya lagi. Akan tetapi, tubuh tetap akan mengenalinya sebagai benda asing yang berasal dari luar tubuh sehingga sistem pertahanan tubuh menjadi aktif akibat adanya virus dari vaksin tersebut. Saat tubuh mengenali adanya bahaya tersebut, butuh waktu beberapa hari untuk dapat menbentuk sistem pertahanan yang kuat untuk dapat menyerang virus tersebut. Akan tetapi, ketika virus yang sama (real virus) benar-benar menyerang tubuh untuk yang kedua kalinya, sistem pertahanan tubuh akan merespon dengan sangat cepat disebabkan karena sistem imun mempunyai memori yang dapat mengingat bahwa tubuh pernah terserang oleh virus tersebut. Sehingga tubuh dapat menghancurkannya dengan cepat.

      2.      Diagnosis
Dalam mendiagnosa suatu penyakit, ternyata dapat dilakukan dengan mengecek antibodi terhadap virus/bakteri yang seseorang miliki. Antibodi tersebut bisa menggambarkan seberapa parah kondisi orang yang terkena virus tersebut. Sebagai contohnya: Pada seorang pasien yang terkena penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) Akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti memiliki antibodi IgM terhadap virus dengue yang terdeteksi pada spesimen serum mereka melalui MAC-ELISA, dapat juga dilakukan dengan uji serum darah dengan PCR:
Hasil PCR yang positif menandakan bahwa infeksi sedang berlangsung, sedangkan jika Hasil PCR yang negatif pada spesimen fase akut, atau Tidak memberikan spesimen fase akut, diklasifikasikan memiliki kemungkinan infeksi dengue baru saja.


      3.      Terapi
Jika antibodi terhadap virus/bakteri dapat digunakan untuk mendeteksi atau mendiagnosa suatu penyakit, maka antibodi terhadap toksin/bisa juga dapat dimanfaatkan. Antibodi terhadap toksin/bisa dapat digunakan dalam terapi, contohnya seperti ketika seseorang tergigit oleh ular yang memiliki bisa, maka antibodi terhadap bisa tersebut dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkannya.
  
      4.      Obat yang mempengaruhi sistem imun
Obat yang dapat mempengaruhi sistem imun yaitu Transfer Factor. Pada awalnya, transfer factor ini dicetuskan oleh Dr. Sherwood yang menyatakan bahwa sistem imun seseorang yang pernah terkena penyakit TBC dapat dipindahkan ke sistem imun seseorang yang belum pernah terkena penyakit TBC melalui sel darah putih.  Sehingga ketika itu, para peneliti gencar untuk meneliti hal tersebut. Namun, suatu ketika penelitian tersebut sempat terhenti karena 2 hal yaitu, ditemukannya antibiotik yang harganya lebih murah dibandingkan dengan transfer factor dan ditemukannya indikasi virus HIV serta Hepatitis C pada serum darah yang sedang diteliti tersebut. Setelah berpuluh-puluh tahun, ternyata terdapat dua orang ahli yang menemukan bahwa transfer factor diturunkan dari setiap ibu kepada anaknya melalui plasenta dan kolostrum. Oleh karena itu, ketika bayi baru lahir, penting sekali agar ia mendapaytkan ASI (3 hari awal) yang mengandung kolostrum dari ibunya, jika tidak maka sistem imunnya akan lemah dan mudah terserang penyakit.
Transfer factor merupakan suatu molekul kecil yang berfungsi untuk memberikan informasi-informasi kepada sistem imun, memberikan bekal persenjataan dan pertahanan serta membantu sistem imun untuk mengingat benda asing yang berbahaya bagi tubuh. Transfer factor membantu sistem imun untuk merespon dengan cepat ketika benda asing masuk ke dalam tubuh tanpa harus mengalami sakit terlebih dahulu. Bentuk sediaan Transfer factor dibuat dari kolostrum sapi dan kuning telur ayam karena sapi dan ayam memiliki lingkungan yang tidak jauh berbeda dengan manusia. Sistem imun pada sapi dan ayam justru lebih kuat dibandingkan dengan manusia karena lingkungannya yang cukup ekstrem. Jadi, transfer factor merupakan obat yang dapat mempengaruhi sistem imun agar dapat merespon dengan cepat tanpa harus berhadapan dengan virus terlebih dahulu.

      5.      Obat yang menginduksi respons imun
Obat yang menginduksi respons imun termasuk dalam golongan hapten. Hapten merupakan suatu zat asing sejenis antigen tapi tidak dapat merangsang respon imun kecuali jika berikatan dengan molekul pembawa yang lebih besar seperti protein. Hapten diibaratkan sebagai antigen yang cacat karena ia hanya bisa berikatan dengan produk hasil respons imun (antibodi) namun tidak dapat menghasilkan antibodi. Lain halnya antibodi yang akan menuju ke limfosit T terlebih dahulu, setelah itu baru ke Limfosit B, Hapten langsung menuju ke Limfosit B untuk berikatan dengan antibodi tanpa melalui Limfosit T.

Contoh hapten adalah dekstan. Jika dektran berikatan dengan protein, maka respons imun dapat terpengaruhi sehingga menghasilkan antibodi untuk mengikat dekstan tersebut. Ketika dekstran telah berikatan dengan antibodi, maka selanjutnya yang terjadi adalah proses fagositosis oleh makrofag. Namun, jika kadar dekstran tersebut tinggi, maka yang terjadi adalah respons alergi. Sel B akan menghasilkan antibodi dalam jumlah banyak untuk berikatan dengan dekstran tersebut, namun hal itu menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast yang menghasilkan mediator-mediator penyebab terjadinya alergi.  




Sumber :
. 2016. Transfer Factor. Jakarta: 4 Life
diakses melalui http://www.4lifetransferfactorindonesia.com/faq/ pada tanggal 12 Februari 2016 pukul 20.33 WIB.
Radji, Maksum. 2015. Imunologi dan Virologi Edisi Revisi. Jakarta: PT isfi    penerbitan
Rifai, Muhaimin. 2011. Sejarah dan Konsep Umum Imunologi. Malang:
diakses melalui http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/BABI.-Konsep-Imunologi.pdf pada 12 Februari 2016 pukul 20.10 WIB.

Sabtu, 27 Februari 2016

SISTEM KOMPLEMEN DAN SISTEM IMUN SPESIFIK

SISTEM KOMPLEMEN
A.  Definisi
·         Adalah sekelompok protein plasma yang apabila diaktifkan secara sekuensial dapat menghancurkan sel-sel asing dengan menyerang membran plasma, dihasilkan di hati dan terdapat dalam sirkulasi darah dan seluruh jaringan.
·         Dapat diaktifkan secara nonspesifik (dengan adanya benda asing) dan secara spesifik (bekerja sama dengan antibodi yang merupakan hasil respon imun spesifik).
·         Disebut komplemen karena dapat melengkapi kerja antibodi untuk memusnahkan senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh.
·         Sistem ini dapat berinteraksi satu dengan lainnya, bereaksi dengan antibodi maupun dengan membran sel sehingga terjadi aktivitas biologis yang menyebabkan :
1.       Lisis sel mikroorganisme dan reaksi inflamasi
2.      Memicu reaksi imunologik yang melibatkan aktifasi sel-sel efektor (berikatan dengan resepor komplemen pada permukaan sel bersangkutan/memicu respon imun humoral lainnya)
·         Protein sistem komplemen biasanya diberi kode C1-C9 sesuai urutan pada saat protein tersebut ditemukan. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan inaktif (dalam serum), untuk protein yang sudah aktif akan ditambahkan kode a atau b. Misalnya C3 menjadi C3a dan C3b.
·         Dalam sistem komplemen terdapat sub-komponen, misalnya sub-komponen C1 yang terdiri dari C1q, C1r, dan C1s, faktor B, faktor D, dan lainnya.

B.   Mekanisme Umum
Reaksi sistem komplemen adalah cascade (berurutan) misalnya, suatu reaksi akan mengaktifkan reaksi selanjutnya dan seterusnya.

Contoh reaksi :

Lima komponen terakhir dalam reaksi sistem komplemen (C5-C9) akan membentuk kompleks protein yang besar (membrane attack complex) yang dapat merusak membran sel sehingga terjadi kebocoran pada membran sel yang dapat menyebabkan sitolisis (merupakan mekanisme utama pembunuhan mikroorganisme tanpa fagositosis).

C.   Jalur Pengaktifan Sistem Komplemen
Ada 3 macam sistem komplemen berdasarkan cara pengaktifannya yaitu :
a.       Jalur Klasik
Diaktifkan oleh adanya kompleks antigen-antibodi atau agregat imunoglobulin.

                 Langkah-langkah :
1.         Pengikatan C1q dengan salah satu bagian dari fragmen Fc dari suatu molekul IgG atau IgM
2.        Pengaktifan proenzim C1r menjadi enzim protease
3.        Protease mengaktifkan C1s, maka terbentuk enzim C1qrs aktif
4.        Enzim C1qrs menjadi C4 dan C2 konvertase à C4a-C4b dan C2a-C2b
5.      C4b dan C2a membentuk kompleks C4bC2a dan menjadi C3 konvertase à C3a-C3b
6.   C4bC2a bergabung dengan C3b menjadi C4bC2aC3b yang merupakan C5 konvertase à C5a-C5b.

b.    Jalur Alternatif
Diaktifkan dengan adanya protein komplemen tertentu yang terikat dengan mikroorganisne patogen.

                 Langkah-langkah :
1.         C3 dalam darah bereaksi dengan dengan faktor B, faktor D dan faktor P (properdin) pada permukaan sel patogen à C3a-C3b
2.        C3a berpartisipasi dalam proses inflamasi dan C3b berfungsi untuk sitolisis dan opsonisasi.

c.     Jalur Lektin
Aktifitasnya diperantarai oleh terjadinya reaksi antara mannose-binding lectin (MBL) dengan senyawa karbohidrat (mannose-containing polysaccharides) di dinding sel mikroorganisme.
             

                 Langkah-langkah :
1.         Makrofag menelan bakteri, virus atau bahan asing lainnya (fagositosis) à makrofag mengeluarkan senyawa kimia à menstimulasi hati memproduksi lektin
2.        Terjadi reaksi antara MBL (mannose-binding lectin) dan mannans (mannose-containing polysaccharides) yang ada di dinding sel mikroorganisme
3.        Ikatan MBL-mikroorganisme menghasilkan protease MASP1 dan MASP2 (MBL-associated serine proteases)
4.        Terbentuk kompleks MBL/MASP1/MASP2 mengaktifkan C4 dan C2 à C4a-C4b dan C2a-C2b
5.        Kompleks C4bC2a menjadi C3 konvertase à C3a-C3b
6.        Terbentuk kompleks C4bC2aC3b yang menjadi C5 konvertase à C5a-C5b.

D.   Mekanisme Secara Umum

Langkah-langkah :
1.         C3 diaktifkan menjadi C3a dan C3b
2.        Kompleks C4bC2aC3b mengaktifkan C5 menjadi C5a-C5b
3.        C5b mengikat C6 dan C7 membentuk kompleks C5bC6C7 dan mengikat C8 à dimulai proses perusakan membran sel mikroorganisme patogen
4.        Kompleks C5bC6C7C8 mengikat C9 menjadi C5bC6C7C8C9, lalu melekat pada permukaan sel  à perubahan ultra struktur dan muatan listrik permukaan sel dan inflamasi
5.        Kompleks C5bC6C7C8C9 (MAC) menembus membran sel, merusak lapisan lipid, dan fosfolipid pada membran à lubang-lubang pada membran à cairan masuk ke dalam sel dan ion-ion keluar dari sel à lisis sel.


Tabel Fungsi Berbagai Komplemen Protein
C3b
Meningkatkan proses fagositosis melalui opsonisasi dan memacu proses lisis sel
C3a
Bersama C5 berikatan dengan sel mastosit melepaskan histamin dan meingkatkan permebilitas pembuluh darah saat inflamasi
C5a
Faktor kemotaksis à menarik sel fagosit ke situs infeksi
C4bC2a
C3 konvertase
C4bC2aC3b
C5 konvertase
C5bC6C7C8C9
MAC (membrane attack complex) à sitolisis

PENDAHULUAN SISTEM IMUN SPESIFIK
·         Adalah suatu sistem yang dapat mengenali suatu substasi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memicu perkembangan respon imun yang spesifik terhadap substansi tersebut.
·         Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan oleh sel limfosit B sebagai respon terhadap adanya antigen. Bersifat spesifik terhadap jenis tertentu dari suatu antigen.
·         Limfosit B adalah sel yang berasal dari sel induk di dalam sumsum tulang yang tumbuh menjadi sel plasma, menghasilkan antibodi yang secara tidak langsung dapat mendekstruksi benda asing. Limfosit B akan mengalami pematangan sehingga menghasilkan antibodi.

·         Limfosit T terbentuk jika sel induk dari sumsum tulang pindah ke kelenjar timus à pembelahan dan pematangan àLimfosit T dewasa meninggalkan kelenjar timus à masuk ke dalam pembuluh getah bening à menjadi bagian sistem pengawasan kekebalan tubuh. Berperan pada imunitas seluler. Bersifat nonfagositik.


Sumber:
Radji, Maksum. 2015. Imunologi dan Virologi Edisi Revisi. Jakarta: PT isfi penerbitan 

Jumat, 26 Februari 2016

SISTEM IMUN NON SPESIFIK

SISTEM IMUN NON-SPESIFIK
            Merupakan kekebalan non-spesifik yang didapat sejak lahir dan bersifat non-selektif.
Maksudnya non-selektif adalah bahwa respon imun non-spesifik tidak perlu harus mengenal terlebih dahulu apa jenis mikroorganisme yang menyerang tubuh, makanya merupakan lini pertama pertahanan terhadap berbagai faktor yang mengancam tubuh.

            Respon imun non-spesifik meliputi :
·         Peradangan (Inflamasi)
Merupakan respon non-spesifik terhadap adanya invasi benda asing atau adanya kerusakan jaringan. Peradangan ini timbul akibat adanya mikroorganisme yang masuk dan juga karena kerusakan jaringan yang menyebabkan dilatasi dan peningkatan permiabilitas pembuluh kapiler dengan tujuan: mengisolasi dan menghancurkan senyawa asing dan mempersiapkan jaringan dalam proses penyembuhan
Tahap-tahap pada peradangan :
u  Pertahanan oleh makrofag setempat sebelum mekanisme lain dapat dimobilisasi
u  Vasodilatasi lokal yang dapat menginduksi sekresi histamin dari sel mastosit
u  Peningkatan aliran darah lokal
u  Timbul rasa panas setempat dan kemerahan
u  Peningkatan permiabilitas kapiler
u  Edema lokal akibat peningkatan tekanan osmotik koloid dalam cairan interstitium
u  Pengisolasian daerah radang oleh pembentukan bekuan cairan interstitium yang diaktifkan oleh tromboplastin jaringan
u  Proliferasi sel leukosit, monosit, dan makrofag
u  Destruksi mikroorganisme pencetus oleh sel leukosit
u  Sekresi mediator peradangan oleh fagosit

·         Interferon
Merupakan golongan protein non-spesifik yang mampu mempertahankan tubuh dari infeksi yang disebabkan oleh virus.
Prosesnya dimulai saat virus menginfeksi sebuah sel, keberadaan asam nukleat virus dapat menginduksi perangkat genetic sel untuk membentuk interferon yang kemudian dikeluarkan ke dalam cairan ekstra seluler. Setelah dilepaskan, interferon akan berikatan dengan reseptor di membrane plasma sel-sel di sekitar atau bahkan sel-sel yang berjauhan yang dapat dicapai melalui peredaran darah dan memberi sinyal agar sel-sel tersebut mempersiapkan diri terhadap kemungkinan serangan virus.
Yang perlu diperhatikan bahwa interferon tidak memiliki efek anti-virus langsung, namun interferon dapat memicu pembentukan enzim-enzim penghambat virus oleh sel hospes. Interferon juga menginduksi sel lain mengeluarkan enzim yang dapat merusak messenger RNA virus dan menghambat sintesis protein, sehingga dapat menghambat replikasi virus.
·         Natural Killer Cells
Merupakan sel yang secara spontan mampu melisiskan dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus atau sel-sel kanker secara langsung pada saat pertama kali dikenali bahan asing. Cara kerja dan sasaran utama dari NK Cell ini serupa dengan sel T sitotoksik, namun perbedaannya adalah bahwa sel T sitotoksis hanya dapat mematikan sel-sel yang terinfeksi virus atau sel-sel kanker tertentu yang sudah dikenali terlebih dahulu, sedangkan NK Cell tidak perlu harus mengenali dahulu virus atau sel kankernya. Dan juga sel T sitotoksik memerlukan periode pematangan sebelum mampu melisiskan sel.
NK Cell membentuk lini pertahanan yang bersifat segera dan non-spesifik terhadap sel yang terinfeksi virus atau sel kanker sebelum sel T sitoksik yang lebih spesifik dapat berfungsi.
·         Sistem Makrofag dan Sel Fagosit lainnya
Yaitu respon kekebalan nonspesifik pertama kali dalam system retikuloendotelial.
Fungsi utama dari system ini adalah untuk memfagositosis senyawa asing atau zat yang berasal dari diri sendiri yang sudah tua atau mati dan berperan juga dalam proses peradangan. Pada beberapa jenis sel seperti makrofag dalam kelenjar getah bening berfungsi dalam mempresentasikan antigen kepada limfosit sebagai permulaan dari respon kekebalan. Makrofag berasal dari sel induk dalam sumsum tulang yang melalui monosit sebagai sel antara, yang kemudian mengalami proses kedewasaan.

Mekanisme Fagositosis
            Merupakan mekanisme perlawanan sel kekebalan terhadap invasi mikroorganisme di luar sel. Sel yang berperan adalah makrofag dan Leukosit Polimurfonuklear (PMN). Dan organ yang berperan penting adalah limpa sebagai jaringan limfoid terbesar, kelenjar timus sebagai tempat mengolah limfosit b, dan sumsum tulang sebagai tempat mengolah limfosit t.
Proses fagositosis dan penghancuran mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh
1.       Kemotaksis : sel fagosit bergerak  kea rah mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh akibat adanya rangsangan kimiawi
2.      Penempelan sel fagosit dengan mikroorganisme atau bahan asing lainnya.
3.      Ingestion : proses dimana sel fagosit memanjang seperti pseudopodia dan mengurung mikroorganisme
4.      Pembentukan fagosom : lapisan yang melapisi mikroorganisme yang sudah terkurung didalam sel fagosit, dan akan ditelan
5.      Digestion : dimana fagosom akan masuk ke dalam sitoplasma sel dan bergabung dengan lisosom sel melalui satu fusi sel yang membentuk satu sel yang besar yang disebut dengan fagolisosom yang mampu memusnahkan mikroorganisme yang mampu terperangkap didalamnya
6.      Terbentuk residu : hasil dari fagolisosom tadi menghasilkan zat-zat yang tidak dapat diuraikan oleh enzim tersebut dengan residu
7.      Mengeluarkan residu dari dalam sel fagosit


Apabila mikroorganisme berada di dalam sel (intraseluler), contoh bakteri tuberklosis, monosit dalam darah dan makrofag tidak mendapat rangsangan secara kemotaksis, maka kemampuan sitolitik rendah, sehingga diperlukan mekanisme lain untuk memusnahkan mikroorganisme tersebut.