Anemia penyakit kronik bukanlah diagnosis primer tetapi merupakan respons
sekunder normal terhadap berbagai penyakit di bagian tubuh manapun.
Anemia ini timbul setelah terjadinya proses infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya
anemia akan muncul setelah penderita mengalami penyakit tersebut selama 1–2
bulan.
Penyebab
Etiologi
Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi
seperti infeksi kronik, inflamasi kronik, dan lain–lain.
Infeksi Kronik
|
Inflamasi kronik
|
Lain-lain
|
v
Infeksi paru (abses, emfisema, tuberkulosis, bronkiektasis)
v
Endokarditis bakterial
v
Infeksi saluran kemih kronik
v
Infeksi jamur kronik
v
HIV
v
Meningitis
v
Osteomielitis
v
Infeksi sistem reproduksi
wanita
v
Penyakit Inflamasi pelvik
|
v Artritis reumatoid
v Demam reumatik
v Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
v Trauma
v Abses steril
v Vaskulitis
v Luka bakar
v Osteoartritis
v Penyakit vaskular kolagen
v Polimialgia
v Ulcus dekubitus
v Penyakit Crohn
|
v Penyakit hati alkoholik
v Gagal jantung kongestif
v Tromboplebitis
v Penyakit jantung iskemik
|
Gejala
Keadaan anemia penyakit kronis ini ditandai dengan :
• Terganggunya keseimbangan zat besi
• Terhambatnya poliferasi dari sel-sel progenitor eritroid
• Kurang tajamnya respon eritropoetin
Hal-hal yang dapat memperparah keadaan
anemia adalah sebagai berikut:
• Perdarahan
• Devisiensi vitamin (seperti kobalamin dan asam folat)
• Hypersplenisme
• Hemolisis autoimun
• Gangguan ginjal
• Radio atau kemo terapi
Patofisiologis
3 mekanisme patofisiologis yang umum dalam ACD (Erhabor & Adias, 2013):
1. Gangguan
metabolisme besi intraseluler
2. Gangguan
erythropoiesis karena penurunan jumlah produksi erythropoietin (EPO) dan respon
medulla spinalis kepada EPO.
3. Penurunan tingkat pertahanan (survival rate)
eritrosit karena mekanisme yang tidak diketahui dalam pasien penderita kanker
atau infeksi granulomatous kronis.
4. Chronic granulomatous infection: membentuk
granuloma à herediter; pembengkakan makrofag karena sistem
imun gagal menghancurkan zat asing (bakteri/fungi) karena gagal membentuk
senyawa oksigen reaktif (radikal superoksida)
Dimulai dengan cacat pada erythropoietin yang menyebabkan kegagalan
kenaikan produksi eritrosit yang disertai dengan kenaikan hemolysis. Medulla spinalis gagal mempercepat proses produksi eritrosit à Erythropoiesis berlanjut.
Bagan A
Pada bagan A, invasi mikroorganisme, munculnya sel-sel ganas, atau
disregulasi autoimun menyebabkan aktivasi sel T (CD3 +) dan monosit. Sel-sel
ini menginduksi mekanisme efektor sistem imun, sehingga menghasilkan sitokin
seperti interferon g (dari sel T) dan faktor nekrosis tumor (TNF a), interleukin-1,
interleukin-6, dan interleukin 10 (dari monosit atau makrofag).
Bagan B
Pada bagan B, interleukin-6 dan lipopolisakarida merangsang hati
memproduksi protein hepcidin, dimana peningkatan kadar hepcidin dapat
menghambat penyerapan zat besi duodenum.
Bagan C
Pada bagan C, interferon g, lipopolisakarida, atau keduanya meningkatan
aktivitas transporter logam divalen 1 pada makrofag dan merangsang penyerapan
zat besi (Fe2 +) didalam makrofag.
Interferon g dan lipopolisakarida menurunkan ekspresi dari transporter
ferroportin 1 pada makrofag, sehingga menghambat ekspor besi dari makrofag,
yang juga dipengaruhi oleh hepcidin. Pada saat yang sama, TNF a,
interleukin-1, interleukin-6, dan interleukin-10 menginduksi ekspresi feritin
dan merangsang penyimpanan dan retensi besi dalam makrofag. Mekanisme ini dapat
menyebabkan penurunan konsentrasi besi dalam sirkulasi.
Bagan D
Pada bagan D, TNF a dan interferon g menghambat produksi eritropoietin
di ginjal.
Bagan E
Pada bagan E, TNF a, interferon g, dan interleukin-1 secara langsung
menghambat diferensiasi dan proliferasi sel progenitor erythroid.
Terbatasnya ketersediaan zat besi dan penurunan aktivitas biologis
erythropoietin menyebabkan penghambatan erythropoiesis yang dapat memperburuk anemia.
Diagnosis
•
ACD
termasuk dalam anemia ringan namun dapat menjadi berat
•
ACD dapat
memiliki gejala yang mirip dengan iron-deficiency anemia à Dapat kombinasi keduanya
•
ACD menunjukkan
index produksi retikulosit yang rendah à produksi eritrosit
berkurang/terganggu
•
Pada
orang > 50 tahun: Kadang dilakukan pemeriksaan medulla spinalis
apabila pemeriksaan tes darah tidak menunjukkan
•
Gejala
dasar ACD
•
Granulosit
↓
•
Trombosit
↓
•
↑
Trombosit, nucleated RBC, dan sel prekursor secara mencolok
•
↑ LDH (Lactate
Dehydrogenase) tanpa penjelasan
•
Kondisi
anemia tanpa penjelasan
Anemia penyakit kronis vs Anemia Defisiensi Fe
Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi besi
dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Rendahnya besi di anemia
penyakit kronis disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem retikuloendotelial
ke plasma menurun, sedangkan penurunan saturasi transferin diakibatkan oleh
degradasi tranferin yang meningkat. Kadar feritin pada keadaan ini juga
meningkat melalui mekanisme yang sama.
Kadar Serum
Kadar Normal
|
•
Serum
Iron (SI)
•
Pria : 65-176 mg/dL
•
Wanita : 50-170 mg /dL
•
Bayi : 100 sampai 250
mg/dL
•
Anak-anak : 50 hingga 120 mg/dL
•
TIBC :
240-450 mg/dL [1]
•
Saturasi
transferin : 20-50%
•
Ferritin
•
Pria : 30-300 mg/L
•
Wanita : 15-200 mg/L
|
Anemia Chronic Disease (Renal)
World Health
Organization (WHO) mendefinisikan anemia dengan konsentrasi
hemoglobin
• < 13,0
mg/dl pada laki-laki dan wanita postmenopause
• < 12,0
gr/dl pada wanita lainnya.
The European
Best Practice Guidelines untuk penatalaksanaan anemia pada
pasien-pasien penyakit ginjal kronik mengatakan bahwa batas bawah hemoglobin
normal adalah
• <11,5
gr/dl pada wanita
• <13,5
gr/dl pada laki-laki dibawah atau sama dengan 70 tahun
• <12,0
gr/dl pada laki-laki diatas 70 tahun.
The National
Kidney Foundation’s Kidney Dialysis Outcomes Quality Initiative (K/DOQI)
merekomendasikan anemia pada pasien penyakit ginjal kronik jika kadar
hemoglobin
• < 11,0
gr/dl (hematokrit <33%) pada wanita premenopause dan pasien prepubertas
• < 12,0 gr/dl
(hematokrit <37%) pada laki-laki dewasa dan wanita postmenopause.
berdasarkan PERNEFRI
2011, dikatakan anemia pada penyakit ginjal kronik jika Hb ≤ 10 gr/dl dan
Ht ≤ 30%.
Hematokrit
adalah proporsi volume darah yang terdiri dari sel darah merah. Tingkat
hematokrit (HCT) dinyatakan dalam persentase. Misalnya, hematokrit 25% berarti
ada 25 mililiter sel darah merah dalam 100 mililiter darah.
Etiologi
Faktor-faktor
yang berkaitan dengan anemia pada penyakit ginjal kronik termasuk :
- Kehilangan
darah
Penyebab
utama kehilangan darah pada pasien-pasien ini adalah dari dialisis, terutama
hemodialisis dan nantinya menyebabkan defisiensi besi juga. Pasien-pasien
hemodialisis dapat kehilangan 3 -5 gr besi per tahun. Normalnya, kita
kehilangan besi 1-2 mg per hari
2. Pemendekan masa
hidup eritrosit
Masa hidup
eritrosit berkurang sekitar sepertiga pasien-pasien hemodialisis
3. Defisiensi Eritropoetin
Para
peneliti mengatakan bahwa sel-sel peritubular yang menghasilkan eritropoetin
rusak sebagian atau seluruhnya seiring dengan progresivitas penyakit ginjalnya.
Defisiensi eritropoetin relatif pada penyakit ginjal kronik dapat berespon
terhadap penurunan fungsi glomerulus.
4. Inflamasi
Anemia pada inflamasi juga ditandai dengan
kadar besi serum yang rendah, saturasi transferin yang rendah dan gangguan
pengeluaran cadangan besi yang bermanifestasi dengan tingginya serum feritin.
Peningkatan jumlah sitokin-sitokin inflamasi di sirkulasi seperti interleukin
berhubungan dengan respon yang buruk terhadap pemberian eritropoetin pada
pasien-pasien gagal ginjal
5. Defisiensi besi
Homeostasis besi tampaknya terganggu pada
penyakit ginjal kronik. Untuk alasan yang masih belum diketahui (kemungkinan
karena malnutrisi), kadar transferin pada penyakit ginjal kronik setengah atau
sepertiga dari kadar normal, menghilangkan kapasitas sistem transport besi.
Situasi ini yang kemudian mengganggu kemampuan untuk mengeluarkan cadangan besi.
Diagnosis
Pada
penyakit ginjal kronik, keadaan anemia yang terjadi tidak sepenuhnya berkaitan
dengan penyakit ginjalnya. Anemia pada penyakit ginjal kronik dapat dijadikan
diagnosis setelah mengeksklusikan adanya defisiensi besi dan kelainan eritrosit
lainnya
Beberapa
poin harus diperiksa dahulu sebelum dilakukan pemberian terapi penambah
eritrosit, yaitu:
- Darah lengkap
- Pemeriksaan darah tepi
- Hitung retikulosit
- Pemeriksaan besi (serum iron, total iron
binding capacity, saturasi transferin, serum feritin)
- Pemeriksaan darah tersamar pada tinja
- Kadar vitamin B12
- Hormon paratiroid
Anemia of Chronic Disease (Chirrosis)
Etiologi
Bila alkohol sebagai penyebab kerusakan hati, maka alkohol juga ternyata
dapat bersifat toksik terhadap sumsum
tulang sehingga terjadi penekanan hemopoesis. Peyebab lainnya yaitu:
- Penyakit kronis hati sendiri
Pada penyakit hati kronis,
kemampuan untuk menghasilkan asam amino esensial yang diperlukan untuk hemopoesis akan
berkurang sehingga proses hemopoesis
akan terganggu dan dapat menyebabkan terjadinya anemia.
Pada sirosis hati bisa
dijumpai anemia defisiensi besi yang biasanya sekunder terhadap adanya
perdarahan, misalnya dari varises esofagus yang pecah.
- Defisiensi asam folat
Hati berfungsi sebagai
tempat penyimpanan asam folat. Asam folat yang aktif (tetrahidrofolat)
berfungsi sebagai Co-enzim dalam proses pendewasaan sel eritrosit di sumsum tulang.
Sirosis hati menyebabkan :
a.
Kebutuhan
asam folat meningkat
b.
Kemampuan
metabolisme asam folat menurun
c.
Pengeluaran
asam folat melalui urin meningkat
d.
Asupan
asam folat dari makanan tidak mencukupi pada penderita sirosis hati.
- Defisiensi zat besi
Kadar besi plasma dan
derajat saturasi diatur oleh hati yang juga sebagai tempat penyimpanan besi
serta organ yang menghasilkan transferin. Pada sirosis hati, besi tidak dapat
disimpan sehingga cadangan besi kosong yang mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang.
- Hipersplenisme
Pada sirosis hati dengan
hipertensi portal, selalu terjadi splenomegali. Limpa yang membesar memegang
peranan yang penting dalam penangkapan dan penghancuran eritrosit. Pada sirosis
hati sering terjadi hipersplenisme dengan akibat limpa memfagositosis sel-sel
darah secara berlebihan.
- Hemolitik.
Pada penyakit hati alkoholik, masa hidup
eritrosit cenderung menurun. Alasan mengapa terjadi penurunan umur eritrosit
ini, belum sepenuhnya dimengerti.
Pada kegagalan fungsi hati berat,
penimbunan kolesterol dalam membran
eritrosit tanpa penimbunan lesitin, mengakibatkan terbentuknya spur sel. Spur sel (akantosit) berhubungan dengan
hemolisis, masa hidup eritrosit memendek dan menandakan penyakit hati yang
berat serta mempunyai prognosa yang
buruk.
Pada sirosis hati dengan peningkatan asam
empedu, dijumpai aktivitas enzim lesitin
cholesterol acyl transferase (LCAT) terganggu. Ini menyebabkan rasio kolesterol dan lesitin membran eritrosit
berubah, sehingga kekenyalan membran eritrosit menjadi kaku, mudah terjadi
skuesterisasi di limpa dan terjadi hemolisis.
Gejala
Gejala-gejala
yang timbul antara lain adalah:
- Mudah lelah
- Lemas
- Selera makan berkurang
- Perasaan perut kembung
- Mual
- Berat badan menurun
- Gangguan pembekuan darah
- Pendarahan gusi
- Muntah darah
Diagnostik Klinik
Diagnosa
ditegakkan dengan dijumpai gejala gejala dan tanda tanda anemia disamping
gejala dan tanda sirosis hati. Melakukan pemeriksaan darah tepi, serum darah
dan sumsum tulang
Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan
Darah Tepi
-
Kadar Hb rata-rata 9-10 gr/Cl
-
Jika diikuti dengan komplikasi pendarahan,
hemolitik atau nutrisi megaloblastik Hb
rata rata5-6 gr/Cl
-
Trombosit menurun sekitar 60.000 – 120.000
gr/dl
- Pemeriksaan
Serum Besi
-
Serum besi peka terhadap kekurangan zat besi
ringan
-
Akan menurun setelah cadangan besi habis
sebelum tingkat hemoglobin menurun
-
Nilai normal: 7-200 μg pada pria
dan 60-170 μg pada
wanita
- Pemeriksaan
Serum transferin
-
Pemeriksaan biasanya dilakukan secara tidak
langsung dengan mengukur kapasitas total ikatan besi (TIBC).
- Pemeriksaan
Serum feritin
-
Serum Feritin < 12 ng/ml -> Kekurangan
besi
-
Rentang normal: Pria 20-250 ng/ml; Wanita
10-200 ng/ml
- Pemeriksaan
Saturation Transferin
-
Indikator paling akurat dari suplai besi ke
sumsum tulang
-
Jika terjadi penurunan kejenuhan tranferin
dibawah 16% maka suplai besi ke sumsum tulang berkurang
-
Rentang Normal 20-45%
- Pemeriksaan
Sumsum Tulang Belakang
-
Untuk menentukan aktifitas seluler sumsum
tulang dan menaksir cadangan besi dalam tubuh
-
Penilaian histologis sumsum tulang untuk
menilai jumlah hemosiderin dalam sel sel retikulum.
Sumber:
• Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
• Erhabor & Adias. 2013. Haematology Made Easy. Indiana:
AuthorHouse.
• Rubenstein, David dkk. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis.
Jakarta: Erlangga
• Weiss G, Goodnough. Anemia of Chronic Disease. NEJM. 2005;352:1011-23.
• http://m.cancer.gov/topics/treatment/bycancer/myelodysplastic/Patient
• https://www.inkling.com/read/wintrobes-clinical-hematology-greer-13th/chapter-41/anemia-in-cirrhosis-and-other
Tidak ada komentar:
Posting Komentar