Definisi
Intoleransi laktosa adalah
munculnya gejala klinis setelah mengkonsumsi makanan ataupun minuman yang
mengandung laktosa seperti diare, mual, muntah, perut kembung, dan sakit perut.
Jumlah laktosa yang menyebabkan gejala klinis tersebut bergantung pada laktosa
yang dikonsumsi, derajat defisiensi laktosa, dan bentuk makanan yang
dikonsumsi.
Penyebab
Intoleransi
laktosa dapat disebabkan oleh 4 hal, yaitu malabsorbsi laktosa, defisiensi
laktase primer, defisiensi laktase sekunder, dan defisiensi laktase kongenital.
· Malabsorbsi
laktosa
Terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah
laktosa yang yang dikonsumsi dengan kapasitas laktase untuk menghidrolisa
disakarida (laktosa) menjadi monosakarida (glukosa dan galaktosa).
· Defisiensi
laktase primer
Merupakan penyebab tersering malasorbsi
laktosa dan intoleransi laktosa karena tidak adanya laktase baik secara relatif
maupun absolut yang terjadi pada semua usia, biasanya mulai terjadi setelah
masa kanak-kanak. Defisiensi laktase primer juga sering disebut hipolaktasia
tipe dewasa, laktase nonpersisten, atau defisiensi laktase herediter.
· Defisiensi
laktase sekunder
Defisiensi laktase yang diakibatkan oleh
infeksi mikroorganisme, seperti pada gastroenteritis akut, kwarshiorkor, diare
persisten, kemoterapi kanker, yang menyebabkan destruksi epitel mukosa usus
atau tempat laktase aktif. Defisiensi ini dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi
lebih sering terjadi pada bayi.
· Defisiensi
laktase kongenital
Merupakan kelainan yang sangat jarang yang disebabkan karena
mutasi pada gen LCT. Gen LCT ini yang memberikan instruksi untuk pembuatan
enzim laktase.
Patofisiologi
Apabila terjadi defisiensi laktase baik
primer (herediter) maupun sekunder (luka usus halus), laktosa tidak bisa
dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan menumpuk. Laktosa merupakan sumber energi yang baik untuk mikroorganisme di kolon,
dimana laktosa akan difermentasi oleh mikroorganisme tersebut dan menghasilkan
asam laktat, gas methan (CH4) dan hidrogen (H2). Gas yang diproduksi tersebut memberikan perasaan tidak nyaman dan
distensi usus dan flatulensia. Asam laktat yang diproduksi oleh mikroorganisme
tersebut aktif secara osmotik dan menarik air ke lumen usus, demikian juga
laktosa yang tidak tercerna juga menarik air sehingga menyebabkan diare. Bila cukup berat, produksi gas dan adanya diare tadi akan menghambat
penyerapan nutrisi lainnya seperti protein dan lemak.
Biokimia
Laktosa
Laktosa dengan struktur
O-β-D-Galactopyranosyl-(1à4)-β-D-glucopyranose, diperlukan
untuk absorbsi kalsium. Laktosa terhidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa.
Galaktosa adalah senyawa yang penting untuk pembentukan serebrosida di otak.
Dalam tubuh, galaktosa dapat disintesis dari glukosa di hati. Dalam tubuh,
hidrolisis laktosa dilakukan oleh enzim laktase. Laktase dapat menghidrolisis
berbagai macam substrat. Tergolong dalam kelas β-galaktosidase sehingga
memiliki aktivitas glukosidase dan glikosilseamidase. Laktase memiliki 2 sisi
aktif untuk hidrolisis laktosa dan untuk hidrolasi pholorizin dan glikolipid.
Gen pengkode laktase terletak pada kromosom 2. Aktivitas laktase mengalami
penurunan secara nyata pada usia 2-5 tahun (late
onset lactase deficiency) walau laktosa terus diberikan. Ini menandakan,
laktase bukan merupakan enzim adaptif.
Diagnosis
Intoleransi
laktosa dapat didiagnosis dengan cara antara lain :
- Analisis tinja yang merupakan uji penapisan awal yang
sederhana, feses asam, dan ditemukan bahan pereduksi dalam tinja setelah minum
atau makan yang mengandung laktosa;
-
Penentuan
kadar gula dalam tinja dengan tablet “Clinitest”
(Modifikasi Kerry dan Anderson, 1964)
Prinsip kerja : Reduksi ion cupri (CuSO4).
Cara kerja :
a. Tinja cair ditampung dengan plastik.
b. Masukkan tinja cair dalam tabung Ames
sebanyak 5 tetes.
c. Tambahkan 10 tetes air.
d. Masukkan 1 tablet “Clinitest”.
e. Perubahan warna dibandingkan dengan warna standar.
f.
Hasil :
g. Dinyatakan dengan –(0%), Trace(0,25%), +(0,5%), ++(0,75%), +++(1%), ++++(2%).
h. Dicurigai adanya malabsorpsi laktosa bila lebih dari 0,5% bahan pereduksi (++ - ++++).
- uji toleransi laktosa, digunakan untuk diagnosis intoleransi
laktosa jika dihubungkan dengan gambaran klinik yang terjadi;
Pengujian
klinis dengan cara setiap bayi minum bahan yang mengandung laktosa. Bayi akan
menimbulkan gejala klinis (diare, muntah, perut kembung, dll). Bila laktosa
hilang dari dietnya, maka gejala juga hilang.
Adanya
bahan reduksi dan pH tinja asam mengindikasikan terjadi malabsorbsi laktosa.
Kevalidan
pengujian ini dilihat dari :
1. Hanya laktosa yang diminum
2. Waktu transit usus yang cepat
3. Tinja yang segar dan harus diperiksa segera
4. Degradasi laktosa oleh flora kolon tidak komplit
- pemeriksaan radiologis minum barium-laktosa, bila terdapat malabsorpsi
laktosa, seri foto usus memperlihatkan dilusi barium dan dilatasi lumen usus tetapi
pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan, karena adanya radiasi.
-
Cara :
a. Pasien dipuasakan semalam.
b. Berikan larutan barium-laktosa (50ml barium sulfat dan laktosa 2,2 g / kgBB) diikuti pengambilan foto esofagus, gaster dan usus halus.
c. Pasien ditidurkan pada sisi kanan selama 1 jam dan dilakukan foto polos abdomen dalam posisi supinasi.
Hasil :
Dinyatakan malabsorpsi laktosa bila tampak dilatasi usus halus, pengenceran barium, dan
kenaikan kecepatan
waktu singgah.
- ekskresi galaktosa pada urin;
- uji hidrogen napas yang merupakan metoda pilihan untuk
menentukan malabsorbsi laktosa (Hydrogen breath test)
Merupakan pengujian terhadap jumlah gas hidrogen yang dikeluarkan
melalui pernafasan. Laktosa mengalami fermentasi oleh bakteri di saluran
pencernaan, sehingga produksi gas hidrogen lebih banyak dari keadaan
normal. Penderita melakukan puasa malam
hari. Bila peningkatan gas hidrogen > 20 ppm, maka dipastikan terjadi
malabsorbsi.
- Elimination
diet
Merupakan diagnosa dengan cara
meniadakan konsumsi makanan yang mengandung laktosa untuk melihat perbaikan
gejala. Jika gejala muncul kembali ketika makanan yang mengandung laktosa
diberikan lagi, hamper bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi terhadap
laktosa.
- biopsi usus dan pengukuran aktivitas laktase.
Merupakan baku emas diagnosa berbagai penyakit yang menyerang mukosa usus halus. Dilakukan
bersamaan dengan
pemeriksaan endoskopi
untuk selanjutnya dilakukan
pemeriksaan sitologi di bagian patologi anatomi
Pengobatan
Menangani intoleransi laktosa,
pengobatan cukup mudah dilakukan. Biasanya merubah pola makan adalah cara yang
tepat untuk mengatasi kondisi ini. Namun ada faktor lain yang harus
dipertimbangkan. Sangat penting untuk mengetahui seberapa sensitif seseorang
pada produk makanan yang mengandung laktosa. Namun, tidak dianjurkan untuk
secara total menghilangkan produk makanan apapun dari pola makan penderita,
karena dapat menyebabkan beberapa kekurangan. Kekurangan yang paling umum
adalah kekurangan kalsium yang mencakup beberapa mineral penting. Jika
seseorang sangat tidak toleran terhadap laktosa, ada baiknya untuk konsultasi
dengan seorang ahli kesehatan. Ahli kesehatan dapat merujuk penderita intoleran
laktosa ke ahli gizi, yang dapat membantu dengan alternatif lain yang dapat
dimasukkan dalam pola makan penderita.
Dalam kasus seseorang yang
benar-benar toleran terhadap laktosa, penderita harus mencari cara bagaimana
bisa mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan. Untuk menyediakan tubuh cukup
kalsium, penderita dapat memilih mengkonsumsi sayuran seperti brokoli, kubis,
okra/bendi, buah-buahan kering, tahu, kacang-kacangan, biji wijen, dan lain
sebagainya. Sangat penting untuk diingat bahwa agar penyerapan kalsium dalam
tubuh dapat menjadi lebih baik, perlu dipastikan bahwa penderita intoleran
laktosa juga mengkonsumsi jumlah vitamin D yang cukup, yang dapat membantu
dalam penyerapan kalsium.
Intoleransi laktosa telah terjadi pada bayi
sampai menjelang dewasa. Beberapa gejala yang tidak disertai diare seringkali
terlewatkan oleh dokter. Oleh karena itu, mengetahui dan memahami patogenesis
malabsorpsi laktosa, sifat kimia berbagai zat hasil pemecahan laktosa, dan
mengetahui klasifikasi malabsorpsi dan intoleransi laktosa memudahkan untuk
mengenal gejala intoleransi laktosa.
Sumber:
• Sinuhaji AB. 2006. Intoleransi laktosa. Majalah kedokteran nusantara 39,
4, 424- 429.
• Murray RK,
Bender DA, Botham KM, Kennellt PJ, Rodvell VW, Weil PA: Herper’s Illustrated Biochemistry, 28th Edition: http://www. Accessmedicine.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar