Definisi
Faktor Agresif
Faktor Predisposisi
Ulkus adalah kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa sampai lapisan otot pada segmen saluran pencernaan yang berkaitan langsung dengan cairan lambung. Suatu ulkus terjadi ketika lapisan dari organ-organ ini terkorosi oleh asam lambung yang disekresikan oleh sel-sel lambung. Ulkus terdiri dari ulkus peptikum dan ulkus duodenum. Perbedaan mendasar kedua ulkus ini terdapat pada lokasi terjadinya ulkus, ulkus peptikum terjadi di kurvatura minor lambung sedangkan ulkus duodenum tejadi di usus dua belas jari.
Ulkus terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor agresif, faktor defensif dan faktor predisposisi. Ketiga faktor ini mempengaruhi ulkus dengan caranya masing-masing. Faktor agresif adalah faktor yang melakukan perusakan pada dinding mukosa, faktor defensif adalah faktor yang mempertahankan mukosa, sedangkan faktor predisposisi adalah faktor selain faktor agresif dan defensif yang dapat memperburuk ulkus. Oleh karena itu, ulkus dapat dikatakan terjadi karena faktor agresif terdapat melebihi faktor defensif dan bisa saja diperburuk dengan keberadaan faktor predisposisi.
Faktor Agresif
Faktor agresif terdiri dari asam lambung dan pepsin. Peranan asam dan pepsin dalam hal patofisiologi ulkus peptikum telah banyak dipelajari secara intensif. Pepsin adalah suatu enzim yang bekerja sama dengan asam klorida (HCl) yang dihasilkan oleh lapisan lambung untuk mencerna makanan, terutama protein. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Peningkatan asam akan merangsang syaraf kolinergik dan syaraf simpatik. Perangsangan terhadap kolinergik akan berakibat terjadinya peningkatan motilitas sehingga menimbulkan rasa nyeri, sedangkan rangsangan terhadap syaraf simpatik dapat mengakibatkan reflek spasme esophageal sehingga timbul regurgitasi asam HCl yang menjadi pencetus timbulnya rasa nyeri berupa rasa panas seperti terbakar. Selain itu, rangsangan terhadap syaraf sympatik juga dapat mengakibatkan terjadinya pilorospasme yang berlanjut menjadi pilorustenosis yang berakibat lanjut makanan dari lambung tidak bisa masuk ke saluran berikutnya. Oleh karena itu pada penderita ulkus peptikum setelah makan mengalami mual, anoreksia, kembung dan kadang vomitus. Resiko terjadinya kekurangan nutrisi bisa terjadi sebagai manifestasi dari gejala-gejala tersebut.
Pada penderita tukak lambung mengalami peningkatan pepsin yang berasal dari pepsinogen. Pepsin menyebabkan degradasi mucus yang merupakan salah satu factor lambung. Oleh karena itu terjadilah penurunan fungsi sawar sehingga mengakibatkan penghancuran kapiler dan vena kecil. Bila hal ini terus berlanjut akan dapat memunculkan komplikasi berupa pendarahan. Yang khas pada penderita ulkus duodenum adalah peningkatan asam lambung pada keadaan basal dan meningkatnya asam lambung pada stimulasi atau lamanya peningkatan asam setelah makan. Selain itu terlihat peningkatan motilitas di samping efek pepsin dan asam empedu yang bersifat toksik pada mukosa duodenum. Tukak lambung berbeda dengan tukak duodenum karena abnormalitas asam tidak begitu memegang peranan penting, barangkali mekanisme pertahanan mukosa lebih penting (faktor defensit); antara lain gangguan motilitas lambung yang menyebabkan refluks empedu dari duodenum ke lambung, perlambatan pengosongan lambung.
Faktor Defensif atau Mekanisme Pertahanan Mukosa
Epitel saluran pencernaan mempertahankan integritasnya melalui beberapa cara, antara lain sitoproteksi seperti pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan aliran darah. Di samping itu ada beberapa mekanisme protektif di dalam mukosa epitel sendiri antara lain pembatasan dan mekanisme difusi balik ion hidrogen melalui epitel, netralisasi asam oleh bikarbonat dan proses regenerasi epitel. Semua faktor tadi mempertahankan integritas jaringan mukosa saluran cerna; berkurangnya mukosa yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor mekanisme pertahanan mukosa akan menyebabkan timbulnya ulkus peptikum. Jadi terlihat bahwa untuk terjadinya ulkus peptikum selain adanya faktor agresif (asam dan pepsin) dan yang lebih penting adalah integritas faktor pertahanan mukosa (defensif) saluran cerna; jika ini terganggu maka baru timbul ulkus peptikum.
Faktor defensif pertama adalah pembentukan dan sekresi mukus. Mukus menutupi lumen saluran pencemaan yang berfungsi sebagai proteksi mukosa. Fungsi mukus sebagai proteksi mukosa : 1) Pelicin yang menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda keras); 2) Barier terhadap asam; 3) Barier terhadap enzim proteolitik (pepsin); 4) Pertahanan terhadap organisme patogen; 5) Fungsi mukus selain sebagai pelicin, tetapi juga sebagai netralisasi difusi kembali ion hidrogen dari lumen saluran pencernaan.
Faktor defensif kedua adalah sekresi bikarbonat. Tempat terjadinya sistim bufer asam di lambung dan duodenum masih kontroversial, menurut pandangan sebelumnya netralisasi asam oleh bikarbonat terjadi di mukus dan bikarbonat berasal dari sel epitel yang disekresi secara transport aktif. Pandangan lain adalah bahwa efek sitoprotektif bikarbonat terjadi pada permukaan membran epitel.
Faktor defensif ketiga aliran darah mukosa. Integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan oksigen secara terus menerus dan aliran darah mukosa mempertahankan mukosa lambung melalui oksigenasi jaringan yang memadai dan sebagai sumber energi. Selain itu fungsi aliran darah mukosa adalah untuk membuang atau sebagai bufer difusi kembali dari asam.
Faktor defensif keempat adalah Mekanisme Permeabilitas Ion Hidrogen. Proteksi untuk mencapai mukosa dan jaringan yang lebih dalam diperoleh dari resistensi elektris dan permeabilitas ion yang selektif pada mukosa. Pada binatang percobaan terlihat esofagus dan fundus lambung kurang permeabilitasnya dibanding dengan antrum lambung dan duodenum. Pergerakan ion hidrogen antar epitel dipengaruhi elektrisitas negatif pada lumen; kation polivalen (Ca2+, Mg2+, dan Al2+) dapat menutupi tekanan elektris negatif dari ion hidrogen sehingga mempunyai efek pada pengobatan tukak peptik.
Faktor defensif keenam adalah Regenerasi Epitel. Mekanisme proteksi terakhir pada saluran cerna adalah proses regenerasi sel (penggantian sel epitel mukosa kurang dari 48 jam). Kerusakan sedikit pada mukosa (gastritis/duodenitis) dapat diperbaiki dengan mempercepat penggantian sel-sel yang rusak. Respons kerusakan mukosa (ulserasi) pada manusia belum jelas.
Selain itu, obat-obatan golongan NSAID (aspirin), alcohol, garam empedu, dan obat-obatan lain yang merusak mukosa lambung, mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan (mukosa) dan khususnya pembuluh darah. Hai ini mengakibatkan pengeluaran histamin. Histamine akan merangsang sekresi asam dan meningkatkan pepsin dari pepsinogen. Histamine ini akan mengakibatkan juga peningkatan vasodilatasi kapiler sehingga membrane kapiler menjadi permeable terhadap protein, akibatnya sejumlah protein hilang dan mukosa menjadi edema.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung.
Ulkus curling umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya.
Selain itu, prostaglandin barangkali mempunyai peranan penting untuk mempertahankan mukosa saluran cerna terhadap pengaruh sekitarnya. Banyak zat iritan yang didapatkan pada mukosa saluran cerna yang merusak epitel bila sekresi prostaglandin terganggu. Prostaglandin seri A dan E telah diketahui sejak 1967 menghambat sekresi asam lambung dan dapat mencegah tukak peptik, prostaglandin pada binatang dan manusia juga meningkatkan sekresi mukus. Prostaglandin telah diyakini mempertahankan integritas saluran cema dengan cara regulasi sekresi asam lambung, sekresi mukus, bikarbonat dan aliran darah mukosa.
Mekanisme Anti Ulkus Peptikum Dari Prostaglandin terdiri dari : 1) Sitoprotrektif, yang terdiri dari Sekresi Mukus, Sekresi Bikarbonat, dan aliran darah lambung; 2) Inhibisi sekresi asam.
Pada penelitian ternyata sekresi bikarbonat meningkat setelah pemberian PGE2 (prostalgadin E2). Prostaglandin E merupakan vasodilator yang poten. Selain mempunyai sifat sitoprotektif, PGE 1 dan PGE 2 mempunyai efek menghambat sekresi lambung. Dari penelitian klinis dengan berbagai macam sitoprotektif terlihat bahwa prostaglandin E sangat berfaedah mencegah efek toksik obat antiinflamasi non-steroid (menghambat sintesa prostaglandin) atau alkohol.
Pada suatu penelitian didapatkan aktivitas sintesa prostaglandin pada mukosa bulbus duodenum selama puasa lebih tinggi pada penderita tukak duodenum dari kontrol. Hasil rasio total prostaglandin setelah makan dan sebelum makan lebih rendah pada penderita tukak duodenum dari pada penderita normal. Pada suatu penelitian penderita dengan tukak lambung dan orang normal kadar prostaglandin jaringan di daerah antrum dan korpus lambung pada tukak lambung didapatkan lebih rendah dari orang normal. Sedangkan pada tukak lambung yang menyembuh didapatkan kadar prostaglandin jaringan lebih tinggi dari yang tidak sembuh.
Faktor kontribusi/predisposisi antara lain letak geografis, jenis
kelamin, faktor psikosomatik, herediter, merokok, obat dan faktor lainnya. Letak
geografis mempengaruhi adanya tukak peptik dan mengenai jenis kelamin
didapatkan pria lebih banyak pada tukak peptik. Faktor
psikosomatik sangat mempengaruhi timbulnya suatu tukak peptik dan secara
umum dipercaya bahwa konflik dapat memegang peranan untuk timbulnya tukak
peptik pada penderita yang mempunyai faktor predisposisi. Faktor
herediter: tukak peptik lebih sering terjadi 2–3 kali dari keluarganya
yang mendapat tukak peptik dibanding dari populasi normal. Pada golongan
darah O didapatkan 30–40% lebih sering dari golongan darah lainnya dan
tukak peptiknya lebih sering di duodenum. Pengaruh
merokok terlihat pada penelitian epidemiologik; perokok lebih sering menderita
tukak peptik (pria : wanita berbanding 2,6 : 1,6) dan juga memperpendek
residif. Obat-obat
yang mempengaruhi timbulnya tukak peptik antara lain aspirin yang
diketahui menghambat sintesis prostaglandin. Selain itu obat anti
inflamasi non-steroid juga dapat merusak mukosa dan menghambat sekresi
prostaglandin. Sekarang tidak terbukti bahwa
terdapat hubungan antara infeksi Campylobacter (Helicobacter pylori)
dengan gastritis dan ulkus peptikum.
Perbedaan ulkus gaster dan
ulkus duodenum selain di lokasi juga memiliki beberapa perbedaan lain.
Perbedaan selanjutnya yaitu insiden, dimana ulkus duodenum terjadi pada usia
30-60 tahun dan pria memiliki kesempatan tiga kali untuk menderita. Namun pada
ulkus lambung, biasanya terjadi pada usia 50 tahun lebih dan pria memiliki
kesempatan dua kali dibandingkan wanita.
Perbedaan selanjutnya adalah
tanda dan gejala di mana ulkus duodenum memiliki gejala 1) Nyeri terjadi
2 -3 jam setelah makan, sering terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi; 2) Makan makanan menghilangkan nyeri; 3) Muntah tidak
umum; 4) Hemoragi
jarang terjadi dibandingkan ulkus lambung tetapi bila ada melena lebih umum
dari pada hematemesis; 5) Lebih
mungkin terjadi perforasi dari pada ulkus lambung; 6) Dapat mengalami penambahan berat badan. Sementara untuk ulkus lambung, gejalanya antara lain 1) Nyeri
terjadi ½ sampai 1 jam setelah makan; jarang terbangun pada malam hari dapat
hilang dengan muntah; 2) Makan
makanan tidak membantu dan kadang meningkatkan nyeri; 3) Muntah umum terjadi; 4) Hemoragi lebih
umum terjadi daripada ulkus duodenal hematemesis lebih umum terjadi daripada
melena; 5) Tidak
mungkin atau jarang terjadi perforasi; dan 6) Penurunan
berat badan dapat terjadi.
Gejala Klinis
Manifestasi klinis ulkus
adalah dyspepsia. Sindrom klinik
berupa keluhan penyakit seperti 1) Muntah; 2) Mual; 3)
Sendawa; 4) Nyeri ulu
hati; 5) Kembung; 6) Cepat kenyang. Selain itu Adanya darah di dalam tinja dan hematemesis atau terjadi karena pendarahan langsung
dari ulkus lambung, atau dari kerusakan esofagus dari muntah yang parah.
Komplikasi dari Ulkus adalah
1) Penetrasi; 2) Perforasi; 3) Perdarahan; 4) Sumbatan; dan 5) Kanker. Penetrasi adalah keadaan dimana Ulkus bisa
menembus dinding lambung atau duodenum dan berlanjut ke organ lain yang
berdekatan, seperti hati atau pankreas. Perforasi adalah ulkus pada
duodenum, atau lambung (lebih jarang), bisa menembus dan membentuk lubang ke
rongga perut. Kondisi ini menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang hebat dan
menetap. Nyeri bisa menyebar dengan cepat ke seluruh perut. Kondisi ini
merupakan suatu kegawatdaruratan dan harus segera mendapat penanganan. Perdarahan
yang kecil mungkin tidak jelas dikenali, misalnya dengan adanya sedikit darah
pada tinja, tetapi jika terus terjadi, maka bisa menyebabkan timbulnya anemia.
Perdarahan yang lebih besar bisa tampak pada muntah yang berwarna merah terang
atau coklat kemerahan, serta tinja yang berwarna hitam atau mengandung bekuan
darah. Sumbatan adalah pembengkakan jaringan yang meradang di sekitar ulkus atau terbentuknya jaringan
parut akibat penyembuhan ulkus sebelumnya bisa mempersempit lambung atau
duodenum. Akibatnya, penderita bisa menjadi sering muntah, seringkali beberapa
jam setelah makan. Dengan berjalannya waktu, kondisi ini bisa menyebabkan
penurunan berat badan, dehidrasi, dan gangguan keseimbangan elektrolit. Kanker
adalah ulkus yang
disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori memiliki risiko 3-6x lebih besar
untuk menjadi kanker lambung.
Gejala khas ulkus peptikum
adalah nyeri lambung, namun kanker lambung juga bisa menyebabkan gejala yang
sama (jadi harus di lakukan pemeriksaan lebih lanjut). Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi
hitung jenis darah bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan
ulkus.Pemerisaan darah lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana
sebuah selang lentur dimasukkan melalui mulut dan bisa melihat langsung ke
dalam lambung. Pada pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk
keperluan biopsi. Rontgen dengan
kontras barium dari lambung dan duodenum (juga disebut barium swallow atau seri
saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak dapat ditemukan dengan
endoskopi. Analisa lambung merupakan
suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara langsung dari lambung dan
duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur. Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum
dilakukannya pembedahan.
Ulkus dapat disembuhkan dengan beberapa metode pengobatan yang memiliki
tujuan 1) Menghilangkan rasa nyeri dan
menyembuhkan ulkus; 2) Mencegah kambuhnya ulkus
dan mencegah terjadinya komplikasi. Waktu penyembuhan ulkus tergantung pada
ukuran ulkus. Ulkus yang besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk
sembuh (Soll, 2009)
Metode pengobatan pertama adalah
penggunaan antasid. Antasid mengurangi gejala, mempercepat penyembuhan dan
mengurangi jumlah angka kekambuhan dari ulkus. Terdapat beberapa jenis antasid,
yaitu 1) Antasid
yang dapat diserap : Obat ini dengan segera akan
menetralkan seluruh asam lambung. Obat
ini diserap oleh aliran darah, sehingga pemakaian terus menerus bisa
menyebabkan perubahan dalam keseimbangan asam-basa darah dan menyebabkan
terjadinya alkalosis. Karena itu obat ini biasanya tidak digunakan dalam jumlah
besar selama lebih dari beberapa hari; 2) Antasid yang tidak dapat diserap : Obat ini lebih disukai karena
efek sampingnya lebih sedikit, tidak menyebabkan alkalosis. Obat ini berikatan
dengan asam lambung membentuk bahan yang bertahan di dalam lambung, mengurangi
aktivitas cairan-cairan pencernaan dan mengurangi gejala ulkus tanpa
menyebabkan alkalosis; 3) Alumunium
Hidroksida : Merupakan antasid yang relatif aman dan banyak digunakan.
Tetapi alumunium dapat berikatan dengan fosfat di dalam saluran pencernaan,
sehingga mengurangi kadar fosfat darah dan mengakibatkan hilangnya nafsu makan
dan lemas; 4) Magnesium Hidroksida : Merupakan antasid yang lebih efektif daripada
alumunium hidroksida
Metode pengobatan kedua adalah
melalui H2 reseptor
antagonis, obat ini mempercepat
penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di dalam
lambung dan duodenum. Pengobatan ketiga adalah Proton Pump Inhibitor (PPI) dimana PPI akan secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel Parietal. Pengobatan
keempat adalah Menghentikan Helicobacter
pylori. Menghentikan Helicobacter pylori
merupakan cara paling ampuh dan secara
permanen menghentikan hampir semua kasus ulkus. Namun, diperlukan kombinasi
terapi antara penghenti asam dan dua atau tiga antibiotik agar berhasil.
Pengobatan terakhir adalah Pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk pasien dengan ulkus yang tidak sembuh (yang gagal untuk sembuh setelah 12-16 minggu pengobatan medis). Proses pembedahan yang dapat dilakukan pada penyakit ulkus yakni 1) Anektomi; 2) Vagotomi. Anektomi terdiri dari 1) Billroth I (gastroduodenostomi). Pembedahan ini melakukan pengangkatan bagian bawah porsi antrum lambung (yang mengandung sel-sel yang mensekresi gastrin) serta bagian kecil dari duodenum; 2) Billroth II (gastrojejunostomi). Pembedahan ini melakukan pengangkatan bagian jejenum. Sementara itu, vagotomi adalah proses pemotongan saraf vagus, untuk menurunkan asam lambung dengan mengurangi stimulasi kolinergik pada sel parietal dan membuatnya kurang responsive terhadap gastrin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar