Minggu, 17 Januari 2016

Ulkus

       Definisi

Ulkus adalah kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa sampai lapisan otot pada segmen saluran pencernaan yang berkaitan langsung dengan cairan lambung. Suatu ulkus terjadi ketika lapisan dari organ-organ ini terkorosi oleh asam lambung yang disekresikan oleh sel-sel lambungUlkus terdiri dari ulkus peptikum dan ulkus duodenum. Perbedaan mendasar kedua ulkus ini terdapat pada lokasi terjadinya ulkus, ulkus peptikum terjadi di kurvatura minor lambung sedangkan ulkus duodenum tejadi di usus dua belas jari.

Ulkus terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor agresif, faktor defensif dan faktor predisposisi. Ketiga faktor ini mempengaruhi ulkus dengan caranya masing-masing. Faktor agresif adalah faktor yang melakukan perusakan pada dinding mukosa, faktor defensif adalah faktor yang mempertahankan mukosa, sedangkan faktor predisposisi adalah faktor selain faktor agresif dan defensif yang dapat memperburuk ulkus. Oleh karena itu, ulkus dapat dikatakan terjadi karena faktor agresif terdapat melebihi faktor defensif dan bisa saja diperburuk dengan keberadaan faktor predisposisi.

       Faktor Agresif

Faktor agresif terdiri dari asam lambung dan pepsin. Peranan asam dan pepsin dalam hal patofisiologi ulkus peptikum telah banyak dipelajari secara intensif. Pepsin adalah suatu enzim yang bekerja sama dengan asam klorida (HCl) yang dihasilkan oleh lapisan lambung untuk mencerna makanan, terutama protein. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Peningkatan asam akan merangsang syaraf kolinergik dan syaraf simpatik. Perangsangan terhadap kolinergik akan berakibat terjadinya peningkatan motilitas sehingga menimbulkan rasa nyeri, sedangkan rangsangan terhadap syaraf simpatik dapat mengakibatkan reflek spasme esophageal sehingga timbul regurgitasi asam HCl yang menjadi pencetus timbulnya rasa nyeri berupa rasa panas seperti terbakar. Selain itu, rangsangan terhadap syaraf sympatik juga dapat mengakibatkan terjadinya pilorospasme yang berlanjut menjadi pilorustenosis yang berakibat lanjut makanan dari lambung tidak bisa masuk ke saluran berikutnya. Oleh karena itu pada penderita ulkus peptikum setelah makan mengalami mual, anoreksia, kembung dan kadang vomitus. Resiko terjadinya kekurangan nutrisi bisa terjadi sebagai manifestasi dari gejala-gejala tersebut.

Pada penderita tukak lambung mengalami peningkatan pepsin yang berasal dari pepsinogen. Pepsin menyebabkan degradasi mucus yang merupakan salah satu factor lambung. Oleh karena itu terjadilah penurunan fungsi sawar sehingga mengakibatkan penghancuran kapiler dan vena kecil. Bila hal ini terus berlanjut akan dapat memunculkan komplikasi berupa pendarahanYang khas pada penderita ulkus duodenum adalah peningkatan asam lambung pada keadaan basal dan meningkatnya asam lambung pada stimulasi atau lamanya peningkatan asam setelah makan. Selain itu terlihat peningkatan motilitas di samping efek pepsin dan asam empedu yang bersifat toksik pada mukosa duodenum. Tukak lambung berbeda dengan tukak duodenum karena abnormalitas asam tidak begitu memegang peranan penting, barangkali mekanisme pertahanan mukosa lebih penting (faktor defensit); antara lain gangguan motilitas lambung yang menyebabkan refluks empedu dari duodenum ke lambung, perlambatan pengosongan lambung.

Faktor Defensif atau Mekanisme Pertahanan Mukosa

Epitel saluran pencernaan mempertahankan integritasnya melalui beberapa cara, antara lain sitoproteksi seperti pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan aliran darah. Di samping itu ada beberapa mekanisme protektif di dalam mukosa epitel sendiri antara lain pembatasan dan mekanisme difusi balik ion hidrogen melalui epitel, netralisasi asam oleh bikarbonat dan proses regenerasi epitel. Semua faktor tadi mempertahankan integritas jaringan mukosa saluran cerna; berkurangnya mukosa yang disebabkan oleh satu atau beberapa faktor mekanisme pertahanan mukosa akan menyebabkan timbulnya ulkus peptikum. Jadi terlihat bahwa untuk terjadinya ulkus peptikum selain adanya faktor agresif (asam dan pepsin) dan yang lebih penting adalah integritas faktor pertahanan mukosa (defensif) saluran cerna; jika ini terganggu maka baru timbul ulkus peptikum.

Faktor defensif pertama adalah pembentukan dan sekresi mukusMukus menutupi lumen saluran pencemaan yang berfungsi sebagai proteksi mukosa. Fungsi mukus sebagai proteksi mukosa : 1) Pelicin yang menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda keras); 2) Barier terhadap asam; 3) Barier terhadap enzim proteolitik (pepsin); 4) Pertahanan terhadap organisme patogen; 5) Fungsi mukus selain sebagai pelicin, tetapi juga sebagai netralisasi difusi kembali ion hidrogen dari lumen saluran pencernaan.

Faktor defensif kedua adalah sekresi bikarbonat. Tempat terjadinya sistim bufer asam di lambung dan duodenum masih kontroversial, menurut pandangan sebelumnya netralisasi asam oleh bikarbonat terjadi di mukus dan bikarbonat berasal dari sel epitel yang disekresi secara transport aktif. Pandangan lain adalah bahwa efek sitoprotektif bikarbonat terjadi pada permukaan membran epitel.

Faktor defensif ketiga aliran darah mukosa. Integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan oksigen secara terus menerus dan aliran darah mukosa mempertahankan mukosa lambung melalui oksigenasi jaringan yang memadai dan sebagai sumber energi. Selain itu fungsi aliran darah mukosa adalah untuk membuang atau sebagai bufer difusi kembali dari asam.

Faktor defensif keempat adalah Mekanisme Permeabilitas Ion Hidrogen. Proteksi untuk mencapai mukosa dan jaringan yang lebih dalam diperoleh dari resistensi elektris dan permeabilitas ion yang selektif pada mukosa. Pada binatang percobaan terlihat esofagus dan fundus lambung kurang permeabilitasnya dibanding dengan antrum lambung dan duodenum. Pergerakan ion hidrogen antar epitel dipengaruhi elektrisitas negatif pada lumen; kation polivalen (Ca2+, Mg2+, dan Al2+) dapat menutupi tekanan elektris negatif dari ion hidrogen sehingga mempunyai efek pada pengobatan tukak peptik.

Faktor defensif keenam adalah Regenerasi Epitel. Mekanisme proteksi terakhir pada saluran cerna adalah proses regenerasi sel (penggantian sel epitel mukosa kurang dari 48 jam). Kerusakan sedikit pada mukosa (gastritis/duodenitis) dapat diperbaiki dengan mempercepat penggantian sel-sel yang rusak. Respons kerusakan mukosa (ulserasi) pada manusia belum jelas.

Selain itu, obat-obatan golongan NSAID (aspirin), alcohol, garam empedu, dan obat-obatan lain yang merusak mukosa lambung, mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan (mukosa) dan khususnya pembuluh darah. Hai ini mengakibatkan pengeluaran histamin. Histamine akan merangsang sekresi asam dan meningkatkan pepsin dari pepsinogen. Histamine ini akan mengakibatkan juga peningkatan vasodilatasi kapiler sehingga membrane kapiler menjadi permeable terhadap protein, akibatnya sejumlah protein hilang dan mukosa menjadi edema.

Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung.

Ulkus curling umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.

Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya.

Selain itu, prostaglandin barangkali mempunyai peranan penting untuk mempertahankan mukosa saluran cerna terhadap pengaruh sekitarnya. Banyak zat iritan yang didapatkan pada mukosa saluran cerna yang merusak epitel bila sekresi prostaglandin terganggu. Prostaglandin seri A dan E telah diketahui sejak 1967 menghambat sekresi asam lambung dan dapat mencegah tukak peptik, prostaglandin pada binatang dan manusia juga meningkatkan sekresi mukus. Prostaglandin telah diyakini mempertahankan integritas saluran cema dengan cara regulasi sekresi asam lambung, sekresi mukus, bikarbonat dan aliran darah mukosa.

Mekanisme Anti Ulkus Peptikum Dari Prostaglandin terdiri dari : 1) Sitoprotrektif, yang terdiri dari Sekresi Mukus, Sekresi Bikarbonat, dan aliran darah lambung; 2) Inhibisi sekresi asam.
Pada penelitian ternyata sekresi bikarbonat meningkat setelah pemberian PGE2 (prostalgadin E2). Prostaglandin E merupakan vasodilator yang poten. Selain mempunyai sifat sitoprotektif, PGE 1 dan PGE 2 mempunyai efek menghambat sekresi lambung. Dari penelitian klinis dengan berbagai macam sitoprotektif terlihat bahwa prostaglandin E sangat berfaedah mencegah efek toksik obat antiinflamasi non-steroid (menghambat sintesa prostaglandin) atau alkohol.

Pada suatu penelitian didapatkan aktivitas sintesa prostaglandin pada mukosa bulbus duodenum selama puasa lebih tinggi pada penderita tukak duodenum dari kontrol. Hasil rasio total prostaglandin setelah makan dan sebelum makan lebih rendah pada penderita tukak duodenum dari pada penderita normal. Pada suatu penelitian penderita dengan tukak lambung dan orang normal kadar prostaglandin jaringan di daerah antrum dan korpus lambung pada tukak lambung didapatkan lebih rendah dari orang normal. Sedangkan pada tukak lambung yang menyembuh didapatkan kadar prostaglandin jaringan lebih tinggi dari yang tidak sembuh.

       Faktor Predisposisi

Faktor kontribusi/predisposisi antara lain letak geografis, jenis kelamin, faktor psikosomatik, herediter, merokok, obat dan faktor lainnya. Letak geografis mempengaruhi adanya tukak peptik dan mengenai jenis kelamin didapatkan pria lebih banyak pada tukak peptik. Faktor psikosomatik sangat mempengaruhi timbulnya suatu tukak peptik dan secara umum dipercaya bahwa konflik dapat memegang peranan untuk timbulnya tukak peptik pada penderita yang mempunyai faktor predisposisi. Faktor herediter: tukak peptik lebih sering terjadi 2–3 kali dari keluarganya yang mendapat tukak peptik dibanding dari populasi normal. Pada golongan darah O didapatkan 30–40% lebih sering dari golongan darah lainnya dan tukak peptiknya lebih sering di duodenum. Pengaruh merokok terlihat pada penelitian epidemiologik; perokok lebih sering menderita tukak peptik (pria : wanita berbanding 2,6 : 1,6) dan juga memperpendek residif. Obat-obat yang mempengaruhi timbulnya tukak peptik antara lain aspirin yang diketahui menghambat sintesis prostaglandin. Selain itu obat anti inflamasi non-steroid juga dapat merusak mukosa dan menghambat sekresi prostaglandin. Sekarang tidak terbukti bahwa terdapat hubungan antara infeksi Campylobacter (Helicobacter pylori) dengan gastritis dan ulkus peptikum.

Perbedaan ulkus gaster dan ulkus duodenum selain di lokasi juga memiliki beberapa perbedaan lain. Perbedaan selanjutnya yaitu insiden, dimana ulkus duodenum terjadi pada usia 30-60 tahun dan pria memiliki kesempatan tiga kali untuk menderita. Namun pada ulkus lambung, biasanya terjadi pada usia 50 tahun lebih dan pria memiliki kesempatan dua kali dibandingkan wanita.

Perbedaan selanjutnya adalah tanda dan gejala di mana ulkus duodenum memiliki gejala 1) Nyeri terjadi 2 -3 jam setelah makan, sering terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi; 2) Makan makanan menghilangkan nyeri; 3) Muntah tidak umum; 4) Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus lambung tetapi bila ada melena lebih umum dari pada hematemesis; 5) Lebih mungkin terjadi perforasi dari pada ulkus lambung; 6) Dapat mengalami penambahan berat badan. Sementara untuk ulkus lambung, gejalanya antara lain 1) Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah makan; jarang terbangun pada malam hari dapat hilang dengan muntah; 2) Makan makanan tidak membantu dan kadang meningkatkan nyeri; 3) Muntah umum terjadi; 4) Hemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus duodenal hematemesis lebih umum terjadi daripada melena; 5) Tidak mungkin atau jarang terjadi perforasi; dan 6) Penurunan berat badan dapat terjadi.

Gejala Klinis

Manifestasi klinis ulkus adalah dyspepsia. Sindrom klinik berupa keluhan penyakit seperti 1) Muntah; 2) Mual; 3) Sendawa; 4) Nyeri ulu hati; 5) Kembung; 6) Cepat kenyang. Selain itu Adanya darah di dalam tinja dan hematemesis atau terjadi karena pendarahan langsung dari ulkus lambung, atau dari kerusakan esofagus dari muntah yang parah.

Komplikasi dari Ulkus adalah 1) Penetrasi; 2) Perforasi; 3) Perdarahan; 4) Sumbatan; dan 5) Kanker. Penetrasi adalah keadaan dimana Ulkus bisa menembus dinding lambung atau duodenum dan berlanjut ke organ lain yang berdekatan, seperti hati atau pankreas. Perforasi adalah ulkus pada duodenum, atau lambung (lebih jarang), bisa menembus dan membentuk lubang ke rongga perut. Kondisi ini menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang hebat dan menetap. Nyeri bisa menyebar dengan cepat ke seluruh perut. Kondisi ini merupakan suatu kegawatdaruratan dan harus segera mendapat penanganan. Perdarahan yang kecil mungkin tidak jelas dikenali, misalnya dengan adanya sedikit darah pada tinja, tetapi jika terus terjadi, maka bisa menyebabkan timbulnya anemia. Perdarahan yang lebih besar bisa tampak pada muntah yang berwarna merah terang atau coklat kemerahan, serta tinja yang berwarna hitam atau mengandung bekuan darah. Sumbatan adalah pembengkakan jaringan yang meradang di sekitar ulkus atau terbentuknya jaringan parut akibat penyembuhan ulkus sebelumnya bisa mempersempit lambung atau duodenum. Akibatnya, penderita bisa menjadi sering muntah, seringkali beberapa jam setelah makan. Dengan berjalannya waktu, kondisi ini bisa menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, dan gangguan keseimbangan elektrolit. Kanker adalah ulkus yang disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori memiliki risiko 3-6x lebih besar untuk menjadi kanker lambung.

Gejala khas ulkus peptikum adalah nyeri lambung, namun kanker lambung juga bisa menyebabkan gejala yang sama (jadi harus di lakukan pemeriksaan lebih lanjut). Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus.Pemerisaan darah lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk keperluan biopsi. Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga disebut barium swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak dapat ditemukan dengan endoskopi. Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur. Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum dilakukannya pembedahan.

Ulkus dapat disembuhkan dengan beberapa metode pengobatan yang memiliki tujuan 1) Menghilangkan rasa nyeri dan menyembuhkan ulkus; 2) Mencegah kambuhnya ulkus dan mencegah terjadinya komplikasi. Waktu penyembuhan ulkus tergantung pada ukuran ulkus. Ulkus yang besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (Soll, 2009)
Metode pengobatan pertama adalah penggunaan antasid. Antasid mengurangi gejala, mempercepat penyembuhan dan mengurangi jumlah angka kekambuhan dari ulkus. Terdapat beberapa jenis antasid, yaitu 1) Antasid yang dapat diserap : Obat ini dengan segera akan menetralkan seluruh  asam lambung. Obat ini diserap oleh aliran darah, sehingga pemakaian terus menerus bisa menyebabkan perubahan dalam keseimbangan asam-basa darah dan menyebabkan terjadinya alkalosis. Karena itu obat ini biasanya tidak digunakan dalam jumlah besar selama lebih dari beberapa hari; 2) Antasid yang tidak dapat diserap : Obat ini lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit, tidak menyebabkan alkalosis. Obat ini berikatan dengan asam lambung membentuk bahan yang bertahan di dalam lambung, mengurangi aktivitas cairan-cairan pencernaan dan mengurangi gejala ulkus tanpa menyebabkan alkalosis; 3) Alumunium Hidroksida : Merupakan antasid yang relatif aman dan banyak digunakan. Tetapi alumunium dapat berikatan dengan fosfat di dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi kadar fosfat darah dan mengakibatkan hilangnya nafsu makan dan lemas; 4) Magnesium Hidroksida :  Merupakan antasid yang lebih efektif daripada alumunium hidroksida
Metode pengobatan kedua adalah melalui H2 reseptor antagonis, obat ini mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di dalam lambung dan duodenum. Pengobatan ketiga adalah Proton Pump Inhibitor (PPI) dimana PPI akan secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel Parietal. Pengobatan keempat adalah Menghentikan Helicobacter pylori. Menghentikan Helicobacter pylori merupakan cara paling ampuh dan secara permanen menghentikan hampir semua kasus ulkus. Namun, diperlukan kombinasi terapi antara penghenti asam dan dua atau tiga antibiotik agar berhasil.
Pengobatan terakhir adalah Pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk pasien dengan ulkus yang tidak sembuh (yang gagal untuk sembuh setelah 12-16 minggu pengobatan medis). Proses  pembedahan yang dapat dilakukan pada penyakit ulkus yakni 1) Anektomi; 2) Vagotomi. Anektomi terdiri dari 1) Billroth I (gastroduodenostomi). Pembedahan ini melakukan pengangkatan bagian bawah porsi antrum lambung (yang mengandung sel-sel yang mensekresi gastrin) serta bagian kecil dari duodenum; 2) Billroth II (gastrojejunostomi). Pembedahan ini melakukan pengangkatan bagian jejenum. Sementara itu, vagotomi adalah proses pemotongan saraf vagus, untuk menurunkan asam lambung dengan mengurangi stimulasi kolinergik pada sel parietal dan membuatnya kurang responsive terhadap gastrin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar