Definisi
Ulkus Peptikum
merupakan sebuah luka berbentuk lubang bulat atau oval pada mukosa yang terjadi karena lapisan lambung atau duodenum (usus dua belas jari) terkena kadar getah pencernaan dan asam lambung yang terlalu tinggi dan rusak, dapat mengenai organ pencernaan yang
terekspose oleh sekresi asam lambung dan enzim pepsin. Ulkus Peptikum
menyebabkan kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa sampai lapisan otot pada segmen saluran pencernaan yang berkaitan
langsung dengan cairan lambung.
Nama dari ulkus menunjukkan lokasi anatomis atau lingkungan dimana ulkus terbentuk. Ulkus peptikum terjadi pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, dan jejunum.
Namun ulkus yang terjadi pada esophagus dan jejenum jarang ditemukan
dibandingkan ulkus yang terjadi pada lambung dan duodenum.
Klasifikasi
Ulkus
peptikum dapat diklasifikasikan berdasarkan letak dan waktu timbulnya. Bila
diklasifikasikan berdasarkan letak, ulkus peptikum dapat dibedakan menjadi
ulkus lambung dan ulkus duodenum. Perbedaan antara kedua ulkus tersebut hanya
pada letak ulkusnya. Berdasarkan waktu timbulnya, ulkus peptikum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu yang pertama adalah erosi, dimana ulkus
baru mencapai lapisan mukosa, yang kedua yaitu akut, pada keadaan ini ulkus sudah mencapai lapisan
submukosa, dan yang terakhir adalah kronis, dimana ulkus sudah mencapai lapisan
muskularis.
Gejala
Etiologi
Ulkus peptikum
terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara faktor agresif dengan faktor defensif seperti yang telah dijelaskan di pos sebelumnya. Ulkus terjadi pada saat faktor agresif
jauh lebih dominan dibandingkan faktor defensif mukosa. Penyebab terjadinya ulkus peptikum antara lain adalah:
a.
Helicobacter pylori
Bakteri ini merupakan salah satu faktor agresif yang diduga
merupakan penyebab utama dari ulkus peptikum. Peran bakteri ini dalam
terbentuknya suatu ulkus, masih belum diketahui secara jelas. Bakteri bisa mempengaruhi
pertahanan normal terhadap asam lambung atau menghasilkan racun yang berperan
dalam pembentukan ulkus.
b.
Penggunaan NSAID (Non Steroid Anti Inflammation Drugs)
Obat-obat
tertentu (terutama aspirin, ibuprofen dan obat anti peradangan non-steroid
lainnya), menyebabkan timbulnya erosi dan ulkus di lambung, terutama pada usia
lanjut.
c.
Stres
Merupakan faktor predisposisi, yaitu selain faktor agresif dan faktor defensif yang dapat mempengaruhi terjadinya keseimbangan atau homeostasis tubuh.
d. Sekresi ion bikarbonat.
Ion ini bersifat basa, sehingga dapat menetralisir keasaman yang berlebih di lambung. Aliran darah mukosa juga memerankan peranan penting dalam mempertahanakan jaringan mukosa melalui oksigenasi jaringan dan sumber energi. Sehingga dapat menjamin kehidupan dari jaringan mukosa dan kemudian jaringan mukosa dapat menyekresikan mukus yang dapat mempertahankan lambung.
e. Mekanisme permeabilitas ion hidrogen.
Faktor ini penting karena Proteksi untuk mencapai mukosa dan jaringan yang lebih dalam diperoleh dari resistensi elektris dan permeabilitas ion yang selektif pada mukosa. Bilapun epitel lambung kita rusak, ternyata kita masih mempunyai mekanisme regenerasi epitel yang mana regenerasi dari sel epitel mukosa berlangsung selama 48 jam.
f. Prostaglandin.
Mekanisme prostaglandin melindungi jaringan mukosa adalah dengan menghambat produksi asam lambung, dan meningkatkan faktor defensive mukosa melalui rangasangan terhadap sekresi mukus, fosfolipid dan sekresi bikarbonat, peningkatan aliran darah mukosa, pengurangan difusi kembali ion H dan perangsangan proses pengantian epitel mukosa.
g. Pembentukan sekresi mukus
Pembentukan dan sekresi mucus merupakan salah satu faktor defensive terpenting dalam mempertahankan mukosa lambung. Mucus itu sendiri adalah sekret kental yang disekresikan oleh jaringan mukosa dan tersusun dari glikoprotein yang secara kolektif disebut mucin. Peran mucus dalam memproteksi jaringan mukosa adalah sebagai pelicin yang menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda keras), barier terhadap asam, barier terhadap enzim proteolitik (pepsin), pertahanan terhadap organisme patogen.
Manifestasi
Klinis
Yang pertama
yaitu nyeri, biasanya pasien dengan ulkus
mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium
tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan
asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung
saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam
merangsang mekanisme refleks lokal yang mamulai kontraksi otot halus
sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam
atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali
tidak digunakan nyeri kembali timbul.
Pirosis (nyeri uluhati), beberapa pasien mengalami sensasi luka
bakar pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai
eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
Gejala yang dimbul biasanya adalah:
o Dispepsia
Sindrom klinik berupa keluhan penyakit seperti mual,
muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, dan cepat merasa
kenyang. Terbakar atau menggerogoti perasaan dalam area perut
yang berlangsung antara 30 menit dan 3 jam biasanya menyertai ulkus. Nyeri ini
dapat disalahartikan sebagai rasa lapar, gangguan pencernaan atau mulas.
o Adanya darah di dalam tinja
o Hematemesis
Terjadi karena pendarahan
langsung dari ulkus lambung, atau dari kerusakan esofagus dari muntah yang
parah / melanjutkan.
o Maag
Maag dapat menyebabkan perforasi lambung atau duodenum,
yang menyebabkan peritonitis akut. Hal ini sangat menyakitkan dan membutuhkan
operasi segera, namun gejala ini jarang ditemukan.
o Melena
Yaitu tinja berbau busuk karena teroksidasi besi dari
hemoglobin.
Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa
gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung
pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan
peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan
pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mukus
yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
1.
Faktor Asam Lambung
Sel
parietal mengeluarkan asam lambung, sedangkan sel peptik mengeluarkan
pepsinogen yang diaktifkan menjadi pepsin oleh asam lambung. Histamin
terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis
akut, dan tukak gaster.
2.
Shay and Sun
Terjadi
bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor asam dan pepsin (faktor
agresif) dengan faktor defensif seperti mukus
3.
Faktor Helycobacter pylori
Bakteri
patogen dapat bertahan di dalam suasana asam di lambung, lalu terjadi penetrasi
terhadap mukosa lambung, dan akhirnya berkolonisasi di dalam lambung. Akibatnya
bakteri berproliferasi dan dapat mengabaikan sistem mekanisme pertahanan tubuh
yang ada
Diagnosis Klinik
Terdapat beberapa cara
pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi ulkus peptikum, antara lain:
a. Endoskopi
Tes ini dilakukan apabila memang
terinfeksi H. Pylori. Sebelum
pemeriksaan, pasien akan diberikan suntikan penenang pada pembuluh vena. Lalu
pada bagian leher akan diberi semprotan bius lokal. Sebuah tabung fleksibel yang
berukuran sebesar jari kelingking akan dimasukkan ke dalam tubuh melalui mulut,
masuk ke esofagus, lambung, dan duodenum. Pada ujung tabung ini ada kamera yang
digunakan dokter untuk melihat keadaan saluran pencernaan. Biasanya, akan
sekaligus diambil beberapa sampel biopsi untuk dilakukan pemeriksaan.
b. Sinar-X Kontras
Barium
Bagian
saluran pencernaan yang tidak terlihat dengan sinar-x biasa dapat dicitrakan
dengan kontras Barium. Untuk pemeriksaan esophagus, lambung, dan duodenum
diberikan barium sulfat, zat penahan sinar-x, dalam bentuk minuman.
c. Biopsi
Sampel jaringan maupun sel di ambil
pada endoskopi untuk dilakukan uji urease. Uji urease yang dilakukan
pada jaringan biopsi lambung akan memperlihatkan perubahan warna media yang
digunakan akibat adanya peningkatan pH akibat digesti urea oleh urease. Uji ini
memiliki nilai spesifitas yang tinggi, tetapi sangat tergantung pada ketepatan
pengambilan sampel jaringan.
Tes untuk Helicobacter pylori
Tes-tes untuk menguji adanya bakteri tersebut,
antara lain:
1.
Urea Breath Test (UBT)
Pasien akan diminta untuk meminum C-Urea berlabel radioaktif (C-14/C-13) bersama makanan. Kemudian setiap 10 menit sampel napas pasien akan diambil untuk diteliti. Urea berlabel radioaktif tersebut akan dihidrolisis oleh urease yang terdapat pada H. pylori menjadi amonia dan bikarbonat yang berlabel. Bikarbonat kemudian akan dikeluarkan melalui udara napas sebagai CO2 berlabel. Terdapat hubungan erat antara uji C-urea napas dengan jumlah bakteri yang juga dapat menggambarkan derajat gastritis.
2.
Pemeriksaan darah dan feses
Uji darah digunakan
untuk pemeriksaan antibodi, sedangkan uji feses digunakan untuk
pemeriksaan antigen bakteri
3.
Serologi
antibodi IgG diperiksa
terhadap bakteri
4.
Pemeriksaan Invasif
Dilakukan dengan mengambil
spesimen biopsi mukosa lambung secara endoskopik. Dianjurkan untuk menghentikan
obat antibiotik, dan anti sekresi lambung selama satu-dua minggu sebelum
pemeriksaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar