Sabtu, 09 April 2016

LEUKODISTROFI METAKROMATIK

Definisi dan Etiologi
Penyakit Leukodistrofi Metakromatik adalah suatu penyakit keturunan resesif autonom yang menyebabkan penimbunan sulfatid pada lisosom, terutama pada sel-sel saraf. Mutasi pada kromosom 22 posisi q13.31 ini menyebabkan defesiensi enzim aril sulfatase A (ARSA) pada lisosom yang menyebabkan sulfatid-sulfatid tidak bisa dihidrolisis menjadi serebrosid. Penumpukan sulfatid ini akan menyebabkan kerusakan pada selubung myelin saraf yang disebut dysmyelination. Penyakit ini merupakan penyakit yang jarang namun mematikan. Penyakit ini akan perlahan merusak kerja saraf tubuh hingga akhirnya membuat tubuh tidak bisa lagi berfungsi.

Penyakit Leukodistrofi Metakromatik biasanya dikategorikan sesuai waktu onset.
1.      Late Infatntile
            Late infantile ini biasanya mengalami onset pada umur 1-2 tahun. Kategori ini adalah kategori yang paling umum pada kasus penyakit Leukodistrofi Metakromatik, yaitu dengan presentase 50-60% kasus. Awalnya, anak penderita Leukodistrofi Metakromatik ini akan tumbuh dengan normal, namun akan mulai terlihat penurunan motorik dan kemampuan-kemampuan yang sebelumnya sudah didapat karena mulai rusaknya sistem saraf.


2.      Juvenile onset
            Juvenile onset biasanya akan mulai mengalami onset pada umur 4 tahun sampai remaja. Presentase kasus pada kategori ini mencapai 20-30% dari kasus Leukodistrofi Metakromatik. Biasanya penyakit ini disadari saat awal masuk sekolah, karena mulai terlihatnya masalah kognitif dan prilaku-prilaku aneh pada sang anak. Penurunan kemampuan motorik pada juvenile onset ini relatif lebih lambat dari late infantile
3.      Adult onset
            Onset pada kategori ini terjadi pada masa remaja keatas. Tidak ada batas umur dalam onset penyakit ini, bahkan bisa terjadi pada umur 60 tahun. Kategori ini memiliki presentase paling sedikit, yaoti 15-20% kasus Leukodistrofi Metakromatik. Pada kategori ini, penurunan kemampuan berlangsung relatif lama, bisa 20-30 tahun. Pada adult onset, biasanya penderita tidak mengalami gangguan saraf, tapi lebh mengarah kepada penurunan kemampuan kognitif dan emosi. Selain itu, juga muncul beberapa masalah pskiatris, banyak dari pasien Leukodistrofi Metakromatik adult onset yang didiagnosis sebagai schizofrenia. Tanda awal dari penyakit ini adalah kelainan berjalan (gait abnormality).

Patofisiologis
            Leukodistrofi Metakromatik disebabkan oleh defesiensi enzim aril sulfatase-A (ARSA) atau, pada beberapa kasus, dikarenakan oleh defesiensi protein aktivator enzim tersebut, yaitu protein saposin-B. ARSA terlibat dalam metabolisme sulfatid, yaitu dengan mengatalis proses hidrolisis dari ikatan ester 3-O galaktosil dan laktosil sulfatid. Defesiensi enzin ini akan menyebabkan akumulasi substrat-substrat tersebut pada granul metakromatik di oligodendrosit, mekrofag pada sistem saraf pusat dan periferal, sel schwann dan pada organ-organ seperti ginjal, hati, kantung kemih, pankreas, testis, corteks adrenal dan jaringan rektal. Yang menjadi ciri khas dari penyakit ini adalah dysmyelinasi dan penumpukan sulfatid pada metaktomatik, yang memperlihatkan banyak makrofag yang memiliki 15-20μm deposit sulfatid.
            Penumpukan sulfatid ini akan merusak selubung myelin pada jaringan saraf yang akan menyebabkan dysmyelinasi. Dysmyelinasi ini akan menyebabkan kerusakan pada saraf otak, hal ini adalah yang menyebabkan menurunnya kemampuan motorik maupun kognitif penderita penyakit MLD.
Dysmyelinasi disebabkan karena sulfatid memiliki peran penting dalam pengaturan channel ion Na+dan K+ pada permukaan axon. Sulfatid juga memiliki peran penting pada oligodendrisit, yaitu sebagai prekusor untuk memulai diferensiasi. Defesiensi sulfatid ini akan menyebabkan terhentinya proses diferensiasi oligodendrisit. Penyakit MLD selalu berujung kematian, walopun dengan kecepatan yang berbeda. Late infantile biasanya memiliki kecepatan jauh lebih cepat dari juvenile onset apalagi adult onset.
            Selain menyebabkan gangguan motorik dan kognitif karena menyerang saraf pada otak, penyakit ini juga menyebabkan masalah kontrol pada urinasi. Dysmyelinasi pada kantung kemih akan meyebabkan chilecystitis atau inflamasi pada kantung kemih dan menyebabkan kantung kemih tidak bisa berkontraksi karena pengaruh sistem saraf autonomik.
            Gen manusia untuk enzim ARSA berada pada kromosom 22. Dari lebih dari 100 kasus MLD, didapatkan data bahwamutasi pada MLD letaknya biasanya bervariasi sesuai etnik grup, namun masih 50% dari alel MLD masih belum dapat diidentifikasi. Mutasi MLD dapat dibagi menjadi dua grup: 0 allel yang menyebabkan tidak adanya aktivitas enzim, dan allel R yang menyebabkan aktivitas enzim yang residual minimal.
Gejala pada MLD secara umum dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama, biasanya gejalanya tidak terlalu terlihat, dimulai dari mulai memudarnya ingatan dan terkadang beberapa bagian tubuh terasa mati rasa. Pada tahap kedua, MLD mulai mengambil alih fungsi tubuh, yang menyebabkan penurunan kemampuan intelektual, mulai hilangnya kemampuan pendengaran, pengelihatan dan kemampuan berbicara, kejang-kejang, mulai kehilangan rasa sensasi, memerlukan selang saluran makan, kehilangan kontrol urinasi, kehilangan kemampuan motorik seperti kemampuan motorik, dan sering mengalami paralis.
            Beberapa penyakit yang timbul akibat MLD adalah gait abnormality (kelainan dalam postur berjalan), ataxia (kelainan dalam berjalan, biasanya kaki terbuka lebar dan berjalan dengan langkah irregular seperti orang mabuk), atropi optik, (berkurangnya ukuran sel mata karena kurangnya oksigen), nistagmus (pergerakan bola mata yang tidak teratur), kuadriparesis (rasa lemas pada tungkai kaki dan tangan) dan banyak lainnya.

\




Diagnosis
Diagnosis untuk penyakit MLD bisa melalui beberapa cara, yaitu;
1.            Tes Kognitif dan Psikologi
Tes kognitif dan tes psikologi. Hasil dari tes kognitif dan psikologi biasanya akan menunjukan hasil bahwa panderita penyakit ini memiliki nilai kognitif dibawah normal dan adanya beberapa kelainan psikologi terutama pada penderita kategori adult onset.
2.            Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin dilakukan dengan mengukur kadar sulfatid pada urin pasien. Ada beberapa cara mengukurnya, biasanya dengan membandingkan kadar sulfatid dengan kadar spingomyelin, kreatinin atau volume urin.
Pembandingkan dengan spingomyelin dilakukan dengan mengekstrasi total lipid urin dengan rebersed-phase chromatography dan pemisahan HPTLCHPTLC (high performance thin layer chromatography. Pada orang normal (kontrol), konsentrasi sulfatid berkisar 0,15-1,68 nm sulfatid/nmol spingomyelin sedangkan untuk pasien MLD, konsentrasinya berkisar 3,5-27,2 nmol sulfatid/nmol spingomyelin
Sedangkan untuk pemeriksaan dengan perbandingan kreatinin, sulfatid di ekstrasi dari urin dan dipisahkan dari lipi yang berbasis gliserol dengan alkaline hidrolisis. Kemudian diisolasi dengan ion-echange chromatography, dan dihidrolisis menjadi galaktoseramida, yang kemudian di perbenzoilasi dan dihitung kuantitsanya denganHPLC. Pada orang normal (kontrol) konsentrasi berkisar 0.16 +/- 0.07 nmol/mg Kreatinin. Sedangkan pada pasien MLD, konsentrasi berkisar 7.6 +/- 6.1 nmol/mg creatine.
3.            Pemeriksaan Aktivitas Enzim ARSA
Enzim ARSA bisa diperiksa melalui leukosit atau fibroblast. Salah satu memeriksanya adalah dengan Novel Patient Cell-based HTS assay. Pada piringan assay, akan dimasukan sel pasien yang menderita MLD dan beberapa sel orang normal sebagai kontrol di pinggir piringan assay. Dengan beberapa percobaan dengan memasukan substrat pada sel-sel, akan terlihat perbandingan aktivitas enzim dari penderita MLD dan orang normal. Aktivitas enzim penderita MLD biasanya kurang dari 10% aktivitas enzim orang normal.
4.            MRI dan CT Scan
Dengan menggunakan gambar yang diambil dengan MRI dan CT Scan, dapat didiagnosis apakan sesorang menderita MLD atau tidak. Penderita MLD biasanya akan memperlihatkan substansia alba yang memudar karena dysmyelinasi.
5.            Genetic Testing and Counseling
Genetic testing dilakukan dengan memeriksa gen yang termutasi pada kromosom ke 22. Tes ini kurang disarankan dibandingkan dengan tes urin atau pemeriksaan enzim lewat darah, karena banyaknya kemungkinan lokasi mutasi. Dari 100 lebih kasus, didapatkan beberapa lokasi alel yang berbeda untuk etnik yang berbeda. Namun, dengan genetic testing yang lebih diperdalam dengan genetic counseling, kita akan dapat meneliti sejarah penyakit pasien dan menentukan status carrier atau yang terkena MLD dari saudara-saudara pasien.

Pengobatan
            Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit MLD, namun pengobatan-pengobatan dan terapi yang diberikan dapat meringankan gejala-gejala MLD dan memperbaiki kualitas hidup. Beberapa pengobatan yang dilakukan untuk penderita penyakit MLD:
1.            Pemberian obat-obatan
Pemberian obat-obatan ini dapat membantu pasien mengontrol pergerakan otot, mengurangi rasa sakit dan memperlambat progress dari penyakit.
2.            Terapi
Terapi dapat memperbaiki kemampuan bicara, pergerakan otot-otot dan pengendalian emosi dari pasen.
3.            Pengawasan Nutrisi
Karena penderita MLD biasanya mengalami kesulitan menelan dan makan sampai terkadang harus menggunakan selang untuk makanan, diperlukan pengawasan nutrisi dari professional agar tubuh tetap tidak kekurangan nutrisi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar